Sexy Red Lips an empty space for share: September 2021

Mengenai Saya

Foto saya
student of state university, i like to help people and share about everything what i like, and what i knew,

Minggu, 19 September 2021

 

MAKALAH FIQH MUAMALAH ARIYAH DAN AR-RAHN  + FOOTNOTE 💯

capek ya ngetik dan cari buku mondar mandir di perpustakaan.. tapi aku mau sharing makalah yang udah aku buat dengan susah payah.. ada footenote nya lagiiiii hahaha

silahkan copy paste lalu print dan bagikan ke teman-teman kalian untuk presentasi HAHAHAHA *licik sekali yah.. atau jadikan makalah ini sebagai pembanding atau referensi saja, untuk cek footnote/sumber buku yang diambil adalah dari perpustakaan di kampus. mau mengikuti blog ini ? silahkan :p jangan lupa comment yah!

 

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehinga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah.

Terselesaikannya makalah dengan judul ARIYAH DAN AR-RAHN ini merupakan hasil kerja kami yang tidak terlepas dari dukungan banyak pihak, baik berupa dukungan do’a, semangat, sumbangan pemikiran dan bahan-bahan yang dibutuhkan bagi penyempurnaan makalah ini.

Tak ada gading yang tak retak. Kami menyadari dan memahami dalam penyusunan  makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami menerima dengan senang hati kritik dan saran yang membangun dari para pembaca terutama dari Bapak Dosen.

Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi wawasan bagi cakrawala ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin

 

       Jakarta, 4 Juni 

 

                Penyusun

 


                                                       DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................    i

DAFTAR ISI ......................................................................................................   ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................   1

A.    Latar Belakang .........................................................................................   1

B.    Rumusan Masalah ....................................................................................   1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................   2

A.    Pengertian ‘Ariyah.…………...................................................................   2

B.    Dasar Hukum ‘Ariyah…...........................................................................   2

C.    Rukun dan Syarat ‘Ariyah…....................................................................    3

D.    Tanggung Jawab Peminjam….................................................................    3

E.     Pengertian ar-Rahn…...............................................................................    4

F.     Dasar Hukum ar-Rahn....................................................................... …..    4

G.    Rukun dan Syarat ar-Rahn.......................................................................    5

H.    Masalah Gadai dan Riba..........................................................................    5

BAB III PENUTUP ..........................................................................................     6

A.    Kesimpulan .............................................................................................    6

DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Dalam pembahasan fiqh muamalah sering kita dengar pinjam meminjam barang yang memang menjadi suatu aktivitas kehidupan manusia dan adapula gadai yaitu untuk saling tolong menolong dalam meminjam barang dengan jaminan dari si peminjam yang mempunyai jaminan. Sedangkan riba menjadi permasalahan yang rumit dibicarakan. Meskipun nashyang membicarakan tentang riba sudah jelas bahwa riba benar-benar dilarang dalam agama Islam.

Selanjutnya, didalam gadai bisa terjadi hal seperti riba, jika ada hal-hal seperti tambahan bayaran, meberikan syarat-syarat dan merugikan salah seorang serta tidak memberikan keuntungan bagi sesama.

B.    Rumusan masalah

1.     Apa pengertian ‘Ariyah ?

2.     Apa dasar hukum ‘Ariyah ?

3.     Apa saja rukun dan syarat ‘Ariyah ?

4.     Apa tanggung jawab bagi peminjam ?

5.     Apa pengertian ar-Rahn ?

6.     Apa dasar hukum ar-Rahn ?

7.     Apa saja rukun dan syarat ar-Rahn ?

8.     Apa masalah gadai dan riba ?


 BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ariyah

Ariyah secara bahasa berarti “pinjaman”. Kata ini sudah menjadi satu istilah teknis ilmu fiqih untuk menyebutkan perbuatan pinjam meminjam, sebagai salah satu aktivitas antar manusia. Dalam pelaksanaannya, ariyah diartikan sebagai perbuatan pemberian milik untuk sementara waktu oleh seseorang kepada pihak lain, pihak yang menerima pemilikan itu diperbolehkan memanfaatkan serta mengambil manfaat dari harta yang diberikan itu tanpa harus membayar imbalan dan pada waktu tertentu penerima harta itu wajib mengembalikan harta yang diterimanya itu kepada pihak pemberi.[1]

Menurut istilah Ariyah ada beberapa pendapat :

1.     Menurut Hanafiyah, ariyah ialah memilikan manfaat secara cuma-cuma.

2.     Menurut Malikiyah, ariyah ialah memilikan manfaat dalam waktu tertentu dalam tanpa imbalan.

3.     Menurut Syafi’iyah, ariyah ialah kebolehan mengambil manfaat dari seseorang yang membebaskannya, apa yang mungkin untuk dimanfaatkan, serta tetap zat barangnya supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.[2]

B.    Dasar Hukum Ariyah

Dasar hukum ariyah adalah anjuran agama supaya manusia hidup tolong-menolong serta saling bantu-membantu dalam lapangan kebajikan. Maka sudah jelas apabila tolong-menolong dalam lapangan perbuatan yang bersifat tercela itu dilarang.[3] Sesuai dengan firman Allah SWT:

4 (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4

2

 

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan.” (QS al-Maidah: 2)

Berdasarkan ayat di atas para ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa hukum ariyah adalah sunat karena melakukan ariyah ini merupakan salah satu bentuk ta’abbud (ketaatan) pada Allah.[4]

C.    Rukun dan Syarat Ariyah

Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa rukun ariyah itu hanya satu, yaitu ijab (pernyataan meminjamkan) dari pihak yang meminjamkan. Adapun qabul (pernyataan menerima dari pihak peminjam), menurut mereka tidak menjadi rukun.[5] Rukun ariyah menurut jumhur ulama ada empat, yaitu orang yang meminjamkan, orang yang meminjam, barang yang dipinjam, dan lafal peminjaman.

1.     Orang yang meminjam itu haruslah orang yang telah berakal dan cakap bertindak hokum, karena orang yang tidak berakal tidak dapat dipercayai memegang amanah, sedangkan barang ariyah ini pada dasarnya amanah yang harus dipelihara oleh orang yang memanfaatkannya.

2.     Barang yang dipinjam itu bukan jenis barang yang apabila dimanfaatkan akan habis atau musnah.

3.     Barang yang dipinjamkan itu harus secara langsung dapat dikuasai oleh peminjam.

4.     Manfaat barang yang dipinjam itu termasuk manfaat yang mubah (dibolehkan syara’).[6]

D.    Tanggung Jawab Peminjam

Bila peminjam telah memegang barang-barang pinjaman, kemudian barang tersebut rusak, ia berkewajiban menjaminnya baik karena pemakaian berlebihan maupun karena yang lainnya. Demikian menurut Ibn Abbas, Aisyah, Abu Hurairah, Syafi’i dan Ishaq dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Samurah, “Pemegang berkewajiban menjaga apa yang ia terima, hingga ia mengembalikannya.”

Sementara para pengikut Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa, peminjam tidak berkewajiban menjamin barang pinjamannya, kecuali karena tindakannya yang berlebihan. 

E.    Pengertian ar-Rahn

Didalam hidup ini, adakalanya orang mengalami kesulitan pada suatu ketika. Untuk menutupi (mengatasi) kesulitan itu terpaksa meminjam uang kepada pihak lain, apakah kepada rumah penggadaian atau kepada perorangan. Pinjaman itu harus disertai dengan jaminan.

Secara etimologi, kata ar-rahn berarti tetap, kekal dan jaminan. Akad ar-rahn dalam istilah hukum positif disebut dengan barang jaminan, agunan dan rungguhan. Dalam islam ar-rahn merupakan sarana saling tolong menolong bagi umat islam, tanpa adanya imbalan jasa.

Ada beberapa definisi ar-rahn yang dikemukakan para ulama fiqh.

1.     Ulama Malikiyah mendefinisikannya dengan: harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat.

2.     Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan: menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak.

3.     Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mendefiniskan ar-rahn dengan: menjadikan materi (barang) sebagai jaminan, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak bisa membayar hutangnya itu.[7]

F.     Dasar Hukum ar-Rahn

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa ar-rahn dibolehkan dalam islam berdasarkan dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Allah SWT berfirman :

bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B ( ..... ÇËÑÌÈ  

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)... (QS al-Baqarah: 283)

Kemudian dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa:

Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai barang jaminan. (HR Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah)

Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa agama Islam tidak membeda-bedakan antara orang Muslim dan non-Muslim dalam bidang muamalah, maka seorang Muslim tetap wajib membayar utangnya sekalipun kepada non-Muslim.[8]

G.   Rukun dan Syarat ar-Rahn

1.     Akad ijab qabul, seperti seseorang berkata; “aku gadaikan mejaku ini dengan harga Rp.10.000,00” dan yang satu lagi menjawab, “aku terima gadai mejamu seharga Rp.10.000,00” atau bisa pula dilakukan selain dengan kata-kata, seperti dengan surat, isyarat atau yang lainnya.

2.     Orang yang berakad (ar-rahin dan al-murtahin), menurut jumhur ulama syaratnya adalah kecakapan bertindak hukum, yaitu orang yang telah baligh dan berakal. 

3.     Utang (al-marhun bihi), disyaratkan utang telah tetap dan jelas.

4.     Barang yang dijadikan jaminan, syarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji utang harus dibayar. Barang atau benda yang dijaminkan benda itu dapat berupa emas, berlian dan benda bergerak lainnya dan dapat pula berupa surat-surat berharga.[9]

H.    Masalah Gadai dan Riba

Perjanjian gadai pada dasarnya adalah perjanjian utang piutang, hanya saja dalam gadai ada jaminannya, riba akan terjadi dalam gadai apabila dalam akad gadai ditentukan bahwa rahin harus memberikan tambahan kepada murtahin ketika membayar utangnya atau ketika akad gadai ditentukan syarat-syarat tertentu.[10]

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.     Ariyah (pinjam-meminjam)

a.      Ariyah secara etimologi adalah pinjam-meminjam sedangkan menurut Syafi’iyah, ariyah ialah kebolehan mengambil manfaat dari seseorang yangmembebaskannya, apa yang mungkin untuk dimanfaatkan, serta tetap zat barangnya supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.

b.     Para ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa hukum ariyah adalah sunat karena melakukan ariyah ini merupakan salah satu bentuk ta’abbud (ketaatan) pada Allah.

c.      Rukun ariyah menurut jumhur ulama ada empat, yaitu orang yang meminjamkan, orang yang meminjam, barang yang dipinjam, dan lafal peminjaman.

2.     Ar-Rahn (Gadai)

a.      Secara etimologi, kata ar-rahn berarti tetap, kekal dan jaminan. Akad ar-rahn dalam istilah hukum positif disebut dengan barang jaminan, agunan dan rungguhan.

b.     Para ulama fiqh mengemukakan bahwa ar-rahn dibolehkan dalam islam berdasarkan dalam al-Qur’an (QS al-Baqarah:283) dan Sunnah Rasul.


c.   Rukun-rukunnya yaitu akad ijab dan qabul, orang yang berakad (ar-Rahin dan al-Murtahin), utang (al-Marhun bihi) dan barang yang dijadikan jaminan (al-Marhun).



[1] Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,1997) hal.37

[2] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2011) hal.92

[3] Helmi Karim, Fiqh Muamalah,…hal.38

[4] Nasrun Haroen, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hal.239

[5] Nasrun Haroen, Fiqh Mu’amalah,...hal.239

[6] Nasrun Haroen, Fiqh Mu’amalah,...hal.240

[7] Nasrun Haroen, Fiqh Mu’amalah,...hal.252

[8] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,...hal.107

[9] M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2003),hal.256

[10]Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,...hal.111