Sexy Red Lips an empty space for share: MAKALAH + FOOTENOTE PENGANTAR ILMU SOSIAL : PERKEMBANGAN ILMU SEJARAH

Mengenai Saya

Foto saya
student of state university, i like to help people and share about everything what i like, and what i knew,

Selasa, 06 Mei 2014

MAKALAH + FOOTENOTE PENGANTAR ILMU SOSIAL : PERKEMBANGAN ILMU SEJARAH

capek ya ngetik dan cari buku mondar mandir di perpustakaan.. tapi aku mau sharing makalah yang udah aku buat dengan susah payah.. ada footenote nya lagiiiii hahaha
silahkan copy paste lalu print dan bagikan ke teman-teman kalian untuk presentasi HAHAHAHA *licik sekali yah.. mau mengikuti blog saya ? silahkan :p jangan lupa comment, awas aja ga ninggalin jejak, tak cekek sampeyan :D

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada dasarnya sejarah adalah ilmu pengetahuan (science). Dalam bahasa Yunani, istoria, dan Latin, Historia, Perancis, histoire dan Inggris history, Belanda geschiedenis, Jerman Geschichtc yaitu penyelidikan (inquiry). Ia berarti masa lampau, semua yang dikatakan dan dilakukan manusia. Selain itu, sejarah berarti catatan masa lampau. Akhirnya sejarah meliputi: pengetahuan alam (science), penyelidikan (inquiry), catatan (a record). Dengan kata lain, sejarah mencakup aktivitas kelampauan manusia di masyarakat dan bersifat unik.[1]
Sebagai cabang ilmu pengetahuan, mempelajari sejarah berarti mempelajari dan menerjemahkan informasi dari catatan-catatan yang dibuat oleh orang perorang, keluarga, dan komunitas. Pengetahuan akan sejarah melingkupi: pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Dahulu, pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari Ilmu Budaya (Humaniora). Akan tetapi, di saat sekarang ini, Sejarah lebih sering dikategorikan sebagai Ilmu Sosial, terutama bila menyangkut perunutan sejarah secara kronologis. Ilmu Sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan di masa lalu. Sejarah dibagi ke dalam beberapa sub dan bagian khusus lainnya seperti kronologi, historiograf, genealogi, paleografi, dan kliometrik.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja definisi dan ruang lingkup dari Ilmu Sejarah ?
2.      Bagaimana perkembangan Ilmu Sejarah ?
3.      Siapa saja tokoh-tokoh Ilmu Sejarah ?
4.      Sebutkan teori-teori Ilmu Sejarah ?
  
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Ruang Lingkup Sejarah
Kata inggris History (sejarah) berasal dari kata benda Yunani “istoria” yang berarti ilmu. Dalam penggunaannya oleh filsuf Yunani Aristoteles, Istoria berarti suatu penelaahan sistematis mengenai seperangkat gejala alam, entah susunan kronologis merupakan faktor atau tidak di dalam penelaahan; penggunaan itu meskipun jarang, masih tetap hidup di dalam bahasa inggris yang disebut “natural history”.[2]
Sedangkan istilah sejarah dalam bahasa arab dikenal dengan tarikh, dari akar kata arrakha (a-r-kh), yang berarti menulis atau mencatat, dan catatan tentang waktu atau presitiwa. Akan tetapi, istilah tersebut tidak serta merta hanya berasal dari kata ini. Malah ada pendapat bahwa istilah sejarah itu berasal dari istilah bahasa Arab syajarah, yang berarti pohon atau silsilah.[3]
Setelah menelusuri arti sejarah yang dikaitkan dengan arti kata syajarah dan dihubungkan pula dengan kata history, bersumber dari kata historia (bahasa Yunani kuno) dapat disimpulkan bahwa arti kata sejarah sendiri, sekarang ini memiliki makna sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi pada masa lalu. Kemudian, disusul oleh Depdiknas yang memberikan pengertian sejarah sebagai mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini.
Pada umumnya, para ahli sepakat untuk membagi peranan dan kedudukan sejarah yang terbagi atas tiga hal, yakni sejarah sebagai peristiwa; sejarah sebagai ilmu; sejarah sebagai cerita
1.      Sejarah sebagai Peristiwa
Adalah sesuatu yang terjadi pada masyarakat manusia di masa lampau. Pengertian masyarakat manusia dan masa lampau adalah sesuatu yang penting dalam definisi sejarah. Pengertian sejarah sebagai peristiwa sebenarnya memiliki makna yang sangat luas dan beraneka ragam. Keluasan dan keanekaragaman tersebut sama dengan luasnya kompleksitas kehidupan manusia. Para ahli sejarah juga mengelompokkan sejarah atas beberapa tema, periode (waktu), berdasarkan unsur ruang secara regional atau kewilayahan.
Sejarah sebagai peristiwa sering pula disebut sejarah sebagai kenyataan dan sejarah serba objektif. Artinya peristiwa-peristiwa tersebut benar-benar terjadi dan didukung oleh sumber-sumber yang menguatkan, seperti berupa saksi mata (witness) yang dijadikan sumber-sumber sejarah (historical sources), peninggalan-peninggalan (relics atau remains) dan catatan-catatan (records).
2.      Sejarah sebagai Ilmu
Sejarah dikategorikan sebagai ilmu apabila ia memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu pengetahuan atau syarat-syarat ilmiah,  yaitu
a.       Bersifat empiris
b.      Mempunyai objek
c.       Mempunyai teori
d.      Mempunyai generalisasi
e.       Mempunyai metode[4]
3.      Sejarah sebagai Cerita
Pada hakikatnya, sejarah merupakan hasil rekonstruksi sejarawan terhadap sejarah sebagai peristiwa berdasarkan fakta-fakta sejarah yang dimilikinya. Dengan demikian, didalamnya terdapat pula penafsiran sejarawan terhadap makna suatu peristiwa. Perlu diketahui bahwa buku-buku sejarah yang kita baca, baik buku pelajaran di sekolah, karya ilmiah di perguruan tinggi, maupun buku-buku sejarah lainnya, pada hakikatnya merupakan bentuk-bentuk konkret sejarah sebagai peristiwa.
Dengan demikian, dalam sejarah sebagai cerita merupakan sesuatu karya yang dipengaruhi oleh subjektivitas sejarawan. [5]
B.     Sejarah Perkembangan Ilmu Sejarah
Sejarah merupakan salah satu disiplin ilmu tertua. Pada abad ke-17 dan ke-18, sejarah secara formal diajarkan di universitas-universitas Eropa mulai dari Oxford University hingga Gottingen. Walaupun kemunculan ilmu sejarah baru terasa di abad ke-19, bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan sosial lainnya. Tulisan-tulisan sejarah di Eropa pertama kali muncul dalam bentuk puisi, yaitu Homerus (Homer) dengan karyanya Iliad dan Oddysey.
Penulis sejarah Yunani yang terkenal adalah Herodotus (198-117 SM), Thucydides (456-396 SM), dan Polybius (198-117 SM). Herodotus menulis karyanya yang berjudul History of The Persian Wars (Sejarah Perang-Perang Persia 500-479 SM). Lain halnya dengan Thucydides yang menulis tentang The Peloponnesian War (Perang Peloponesia, 431-404 SM). Sedangkan Polybius lebih dikenal sebagai penulis yang mengkaji tentang perpindahan kekuasaan dari tangan Yunani ke Romawi.
Pada zaman Kristen awal, terdapat tulisan Agustine (354-430 SM) yang berjudul The City of God adalah filsafat sejarah kristen yang bertumpu pada agama dan supernaturalisme yang tidak dapat dipisahkan. Beberapa penulis lainnya seperti Africanus (180-250 SM), Eusebius (260-340 SM). Kemudian Orosius (380-420 SM).
Pada zaman Kristen pertengahan, terdapat beberapa nama, seperti Marcus Aurelius Casiodurus (480-570),Procopius (500-565),Gregory atau Bishop Tours (538-594) dan Venerable Bede (672-735). Bede, menulis sejarahnya terkesan lebih objektif.
Secara periodik, ilmu sejarah memang sudah berlangsung sejak lama dan terminologi sejarah pun sudah amat tua, khususnya sejak zaman Yunani kuno. Sebab mengenai catatan-catatan masa lalu, khususnya masa lalu tentang bangsanya sendiri, negaranya sendiri, memang merupakan suatu aktivitas yang sudah lazim dalam dunia pengetahuan, dan hagiografi penulisannya senantiasa didorong oleh mereka yang berkuasa. Akan tetapi, yang membuat disiplin baru ilmu sejarah itu berbeda adalah sejak dikembangkan penekanan pada wie es eigentlich gewesen oleh Leopold Von Ranke (1795-1886) pada abad ke-19 dengan karyanya A Critique of Modern Historical Writers. Ranke menganjurkan supaya sejarawan menulis apa yang sebenarnya terjadi (wie es eigentlich gewesen) sebab setiap periode sejarah itu akan dipengaruhi oleh semangat zamannya (zeitgeist). Lebih ekstrem lagi, penulisan sejarah pada waktu itu kebanyakan tentang penciptaan kisah-kisah yang dibayangkan atau yang dilebih-lebihkan sehingga bersifat retoris karena kisah-kisah semacam itu hanya menyanjung-nyanjung pembaca.[6]
Namun demikian, gagasan Ranke tidak dapat diterima begitu saja oleh para sejarawan. Sebab sadar ataupun tidak, orang menulis sejarah pasti memiliki maksud. Carl Becker (1873-1945) mengatakan bahwa fakta sejarah tidaklah seperti batu bata yang begitu mudah dan tinggal dipasang. Akan tetapi, fakta itu sengaja dipilih oleh sejarawan yang relevan dengan kebutuhan penelitian. James Harvey Robinson (1863-1936) penulis The New History (1911) memberikan komentar bahwa, sejarah kritis kita hanya dapat menangkap “permukaan”, tetapi tidak yang “di bawah” realitas, tidak dapat memahami perilaku manusia yang sebenarnya.
Di Inggris, pandangan-pandangan ala Dilthey dan Croce terangkat kembali dengan munculnya R.G Collingwood (1888 – 1943), seorang filsuf sejarah terkemuka. Terdapat sejumlah sejumlah kecil pembelotan terhadap hegemoni narasi politik, namun pada sampai tahun 1950 usaha itu tidak dapat dikatakan berhasil. Para sejarawan Marxis belum banyak menghasilkan karya penting, kecuali Jan Romein yang menulis Capitalism in the Countryside (1947).
Di Perancis, bertolak dari pemikiran Durkheim dan Lucien Levy-Bruchl (1857-1939), minat dalam psikologi histori tidak sekadar pada individu, melainkan pada mentalitas kolektif. Hal itu antara lain dapat dilihat pada karya Philippe Arie (1914-1984) tentang perubahan sikap terhadap masa kanak-kanak dan kematian dari abad ke abad. Sejumlah tokoh lain, seperti Jacques Le Goff, lebih suka untuk mempelajari mentalitas dengan cara seperti yang ditempuh Claude Levi Staruss, yang secara umum menekankan pada oposisi biner dan secara khusus menekankan pada pertentangan antara alam dan kebudayaan.
Di Amerika Serikat yang mulai gandrung pada ide-ide Sigmund Freud, para ahli sejarah dan psikoanalisisnya (yang perpaduannya membentuk psikohistori) mulai mencoba menyimak motif dan dorongan personal para pemimpin agama yang merangkap sebagai pemimpin politik, seperti Martin Luther, Woodrow Wilson, Lenin dan Gandhi. Presiden Asosiasi Sejarawan Amerika yakni Langer, bahkan mengimbau para koleganya untuk menyambut psikohistori sebagai cabang baru dalam ilmu sejarah.[7]
Ternyata imbauan tersebut tidak banyak disambut oleh sejarawan Amerika lainnya. Hal yang dilakukan oleh sebagian besar dari mereka pada tahun 1970-an, seperti rekan sejawat mereka pada disiplin-disiplin terkait sampai pada titik tertentu, justru merupakan reaksi terhadap kecenderungan di atas yang terjadi pada 1968. Mereka menolak determinisme (baik ekonomi maupun geografis), sebagaimana mereka tolak metode-metode kuantitatif dan klaim ilmiah dari ilmu sosial. Dalam ilmu sejarah, penolakan terhadap karya generasi sebelumnya itu dibarengi oleh munculnya pendekatan-pendekatan baru terhadap masa silam, khususnya yang diringkas dalam empat slogan dan empat bahasa, yaitu Subaltern History, microstoria, alltagsgeschichie dan history de imaginaire.[8]
C.    Tokoh-tokoh Ilmu Sejarah
1.      Herodotus (198-117 SM), seorang ahli sejarah pertama di dunia berkebangsaan Yunani, mendapat julukan sebagai The Father of History atau “Bapak Sejarah” bahkan sebagai “Bapak Antropologi”. Karyanya History of The Persian Wars (Sejarah Perang-Perang Bintang).
2.      Thucydides (456-396 SM), seorang penulis sejarah Yunani, karyanya The Peloponnesian War (Perang Peloponesia).
3.      Polybius (198-117 SM), seorang penulis sejarah Yunani yang dibesarkan di Roma, karyanya mengenai perpindahan kekuasaan dari tangan Yunani ke Romawi.
4.      Ibnu Khaldun (1322-1406) adalah seorang sejarawan dan filsuf sosial Islam kelahiran Tunisia.
5.      Giambattista Vico (1668-1744), adalah seorang filsuf sejarah Italia[9]
6.      Arnold Toynbee (1889-1975), seorang ahli sejarah Inggris dengan bukunya “A study of History
7.      Jan Marius Romein (1893-1962) adalah teoritisi dan sejarawan Belanda
8.      Karl Heinrich Marx (1818-1883), seorang ilmuwan revolusioner Jerman
9.      Wollestonecraft lahir tahun 1759, seorang pemikir wanita otodidak yang berani dan radikal, teori feminisme
10.  Leopold Von Ranke (1795-1886), seorang sejarawan pencetus “wie es eigentlich gewesen”
11.  Rene Decartes (1596-1650), seorang sejarawan dari Perancis
12.  Tacitus (55-120 SM), yang dijuluki sebagai sejarawan moralis
13.  Johan Huizinga (1872-1945), seorang sejarawan kebudayaan Belanda[10]
14.  Prof. Dr. A. Sartono Kartodirdjo (1921-2007) adalah sejarawan Indonesia sekaligus pelopor dalam penulisan sejarah dengan pendekatan multidimensi.[11]
D.    Teori-teori Sejarah
1.      Teori Gerak Siklus Sejarah Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun (1332-1406) adalah seorang sejarawan dan filsuf sosial Islam kelahiran Tunisia yang merupakan penggagas pertama dalam teori siklus ini, khususnya dalam sejarah pemikiran manusia, terutama dari dimensi sosial dan filosofis umumnya. Karya monumentalnya adalah Al-Muqaddimah (1284 H) yang secara orisinal dan luas membahas kajian sejarah, budaya dan sosial.
Adapun inti atau pokok-pokok pikiran dalam teori Khaldun tersebut dikemukakan dalam Al-Muqaddimah sebagai berikut:
a.       Kebudayaan adalah masyarakat manusia yang memiliki landasan di atas hubungan antara manusia dan tanah di satu sisi dan hubungan manusia dengan manusia lainnya di sisi lain yang menimbulkan upaya mereka untuk memecahkan kesulitan-kesulitan lingkungan serta mendapatkan kesenangan dan kecukupan dengan membangun industri, menyusun hukum, dan menerbitkan transaksi.
b.      Kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembang melalui empat fase, yaitu fase primitif atau nomaden, fase urbanisasi, fase kemewahan dan fase kemunduran yang mengantarkan kehancuran
2.      Teori Daur Kultural Spiral Giambattista Vico
Secara makro, pokok-pokok pikiran Giambattista Vico (1668-1744) yang tertuang dalam teori daur spiralnya dalam The New Science sebagai berikut:
a.       Perjalanan sejarah bukanlah seperti roda yang berputar mengitari dirinya sendiri sehingga memungkinkan seorang filsuf meramalkan terjadinya hal yang sama pada masa depan
b.      Sejarah berputar dalam gerakan spiral yang mendaki dan selalu memperbaharui diri, seperti gerakan pendaki gunung yang mendaki melalui jalan melingkar ke atas, seperti lingkaran selanjutnya lebih tinggi dari lingkaran sebelumnya sehingga ufuknya pun semakin luas dan jauh
c.       Masyarakat manusia bergerak melalui fase-fase perkembangan tertentu dan terjalin erat dengan kemanusiaan yang dicirikan oleh gerak kemajuan dalam tiga fase, yaitu fase teologis, herois dan humanistis[12]
3.      Teori Tantangan dan Tanggapan Arnold Toynbee
Arnold Toynbee (1889-1975) adalah seorang sejarawan Inggris, pemikiran-pemikirannya dituangkan dalam karya monumentalnya yang terbit sebanyak 12 jilid dan ringkasan dari karyanya itu adalah A Study of History. Pokok-pokok pikiran dari teori tantangan dan tanggapan (challenge and response) tersebut dikemukakan sebagai berikut:
a.       Terdapat 21 peradaban dunia, misalnya peradaban Mesir kuno, India, Sumeria, Babilonia dan Peradaban Barat atau Kristen. Enam peradaban muncul serentak dari masyarakat primitif yang berasal dari Mesir, Sumeria, Cina Maya, Minoa (di P.Kreta) dan India. Masing-masing muncul secara terpisah dari yang lain dan terllihat di kawasan luas yang terpisah. Semua peradaban lain berasal dari enam peradaban asli itu. Sebagai tambahan, sudah ada tiga peradaban gagal, yaitu Peradaban Kristen Barat Jauh, Kristen Timur Jauh, dan Skandinavia, dan lima peradaban yang masih bertahan, yaitu Polinesia,Eskimo,Nomadik,Ottoman dan Spartan.
b.      Peradaban muncul sebagai tanggapan (response) atas tantangan (challenge), walaupun bukan atas dasar murni hukum sebab akibat, melainkan hanya sekadar hubungan, dan hubungan itu dapat terjadi antara manusia dan alam atau antara manusia dan manusia.
c.       Terdapat pula lima kawasan perangsang yang berbeda bagi kemunculan peradaban yakni, kawasan ganas,baru,diperebutkan,ditindas dan tempat pembuangan
4.      Dialektika Kemajuan Jan Romein
Jan Romein adalah teoritisi dan sejarawan Belanda (1893-1962) yang pertama kalinya melihat gejala lompatan dalam sejarah umat manusia sebagai suatu kecenderungan umum dalam kemajuan maupun keberlanjutan. Pikiran-pikiran Jan Romein ini dituangkan dalam Dialektika Kemajuan atau De Dialektiek van de Vooruitgang: Bijdrage tot het ontwikkelingsbegrip in de geschiedenis (1935). Adapun pokok-pokok pikiran teori Jan Romein tersebut sebagai berikut:
a.       Gerak sejarah manusia itu kebalikan dari perkembangannya secara berangsur-angsur, melainkan maju dengan lompatan-lompatan yang sebanding dengan mutasi yang dikenal dalam dunia alam hidup biologis.
b.      Suatu langkah baru dalam evolusi manusia, kecil kemungkinannya terjadi dalam masyarakat yang telah mencapai tingkat kesempurnaan yang tinggi dalam arah tertentu.[13]
5.      Teori Despotisme Timur Wittfogel
Karl Wittfogel, penulis buku Oriental Despotism (1957) mengemukakan teori-teorinya sebagai berikut:
a.       Cara produksi Asiatis, menurut pendapatnya yang khas pada masyarakat-masyarakat yang berdasarkan irigasi besar-besaran telah menimbulkan suatu garis lain dalam perspektif evolusi.
b.      Masyarakat-masyarakat hidrolis, tidak hanya dicirikan oleh irigasi tetapi dalam hal-hal tertentu oleh bangunan drainase besar-besaran adalah tipikal Despotisme Timur yang menjalankan perintah dengan kekuasaan total oleh suatu birokrasi yang bercabang luas dan terpusat, serta secara tajam mesti dibedakan dari masyarakat feodal, seperti dikenal dalam masyarakat di Eropa Barat dan Jepang
c.       Bila masyarakat-masyarakat feodal memungkinkan suatu perkembangan menuju kapitalisme borjuis maka birokrasi-birokrasi Asiatis itu (mencakup Tsar Rusia) sama sekali tidak cocok bagi perkembangan apapun menuju suatu struktur yang lebih modern.
d.      Struktur-struktur politik baru yang dilahirkan di kerajaan-kerajaan Despotis Timur di masa lalu (Rusia dan Cina), sebenarnya tidak dapat dipandang sebagai suatu subtipe dari suatu masyarakat modern atau sebagai sesuatu yang baru, melainkan hanya merupakan salinan-salinan dari despotisme despotisme Timur tradisional, dimana kemungkinan-kemungkinan untuk menjalankan kekuasaan mutlak dan teror, telah berkembang hingga tingkat yang luar biasa tingginya.
e.       Doktrin ini bermaksud menunjukkan bahwa Uni Soviet (sekarang Rusia) maupun Cina tidak dapat menawarkan apapun yang mungkin diinginkan oleh bangsa-bangsa lain, jalan satu-satunya ke arah kemajuan adalah mengikuti garis peradaban modern yang berdasarkan hak milik.
6.      Teori Perkembangan Sejarah dan Masyarakat Karl Marx
Karl Heinrich Marx (1818-1883) berdasarkan teori-teorinya tentang gerak sejarah dan masyarakat, tertuang dalam Die Deutch Ideologie (Ideologi Jerman) tahun 1845-1846, secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.       Struktur ekonomi masyarakat yang ditopang oleh relasi-relasinya dengan produksi merupakan fondasi riil masyarakat. Struktur tersebut sebagai dasar munculnya suprastruktur hukum dan politik, berkaitan dengan bentuk tertentu dari kesadaran sosial. Di sisi lain, relasi-relasi produksi masyarakat itu sendiri berkaitan dengan tahap perkembangan tenaga-tenaga produktif materiil (masyarakat). Dalam kerangka ini, model produksi dari kehidupan materiil akan mempersiapkan proses kehidupan sosial,politik dan intelektual pada umumnya
b.      Seiring dengan tenaga produktif masyarakat berkembang, tenaga-tenaga produktif ini mengalami pertentangan dengan berbagai relasi produksi yang ada sehingga membelenggu pertumbuhannya. Kemudian, mulailah suatu era revolusi sosial, seiring dengan terpecahnya masyarakat akibat konflik.
c.       Konflik-konflik itu terselesaikan sedemikian rupa sehingga menguntungkan tenaga-tenaga produktif, lalu muncul relasi-relasi produksi yang baru dan lebih tinggi yang persyaratan materiilnya telah matang dalam “rahim” masyarakat itu sendiri.
d.      Relasi-relasi produksi yang lebih baru dan lebih tinggi ini mengakomodasi secara lebih baik berkelangsungan pertumbuhan kapasitas produksi masyarakat.
e.       Kapitalisme akan hancur oleh hasratnya sendiri untuk meletakkan masyarakat pada tingkat produktif yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Selain itu, perkembangan tenaga-tenaga produktif yang membayangkan munculnya kapitalisme sebagai respons terhadap tingkat tenaga produktif pada awal mula terbentuk.
f.       Perkembangan kapasitas produksi masyarakat menentukan corak utama evolusi yang dihasilkan, yang pada gilirannya menciptakan institusi-institusi hukum dan politik masyarakat atau suprastruktur.
7.      Teori Feminisme Wollstonecraft
Mary Wollstonecraft adalah orang miskin yang berasal dari keluarga “berantakan” karena ayahnya pecandu berat, peminum alkohol yang kronis. Sebagai seorang pemikir wanita otodidak yang berani dan radikal, Wollstonecraft menulis beberapa buku. Buku yang pertama ia tulis adalah Thoughts on The Educations of Daughters. Pada tahun 1785, ia beralih profesi sebagai penulis wanita. Karyanya yang paling terkenal adalah A Vindication of The Rights of Woman (1792).
Isi pemikiran (teori) Wollstonecraft adalah sebagai berikut:
a.       Salah satu ciri yang paling universal sekaligus mencolok adalah subordinasi wanita atas pria. Sekalipun saat ini banyak kemajuan-kemajuan politik dan budaya yang diperolehnya, masyarakat tetap menetapkan wanita sebagai subordinasi posisi pria.
b.      Hal itu disebabkan oleh kaum wanita itu sendiri yang berprasangka buruk terhadap kapabilitas bakat-bakat dan kapasitas-kapasitas mereka sendiri sebuah pandangan yang diajukan oleh banyak penulis dan pemikir pembenci wanita.[14]

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Setelah menelusuri arti sejarah yang dikaitkan dengan arti kata syajarah dan dihubungkan pula dengan kata history, bersumber dari kata historia (bahasa Yunani kuno) dapat disimpulkan bahwa arti kata sejarah sendiri, sekarang ini memiliki makna sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi pada masa lalu. Kemudian, disusul oleh Depdiknas yang memberikan pengertian sejarah sebagai mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini.
Pada umumnya, para ahli sepakat untuk membagi peranan dan kedudukan sejarah yang terbagi atas tiga hal, yakni sejarah sebagai peristiwa; sejarah sebagai ilmu; sejarah sebagai cerita.
Sejarah merupakan salah satu disiplin ilmu tertua. Pada abad ke-17 dan ke-18, sejarah secara formal diajarkan di universitas-universitas Eropa mulai dari Oxford University hingga Gottingen. Walaupun kemunculan ilmu sejarah baru terasa di abad ke-19, bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan sosial lainnya. Tulisan-tulisan sejarah di Eropa pertama kali muncul dalam bentuk puisi.
Herodotus (198-117 SM), seorang ahli sejarah pertama di dunia berkebangsaan Yunani, mendapat julukan sebagai The Father of History atau “Bapak Sejarah” bahkan sebagai “Bapak Antropologi”. Karyanya History of The Persian Wars (Sejarah Perang-Perang Bintang).
Teori-teori sejarah, yaitu Teori Gerak Siklus Sejarah Ibnu Khaldun, Teori Daur Kultural Spiral Giambattista Vico, Teori Tantangan dan Tanggapan Arnold Toynbee, Teori Dialektika Kemajuan Jan Romein, Teori Despotisme Timur Wittfogel, Teori Perkembangan Sejarah dan Masyarakat Karl Marx, dan Teori Feminisme Wollstonecraft. 



[1] Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah,(Graha Ilmu : Yogyakarta),hal. 2
[2]Nugroho Notosusanto, Mengerti sejarah, (UI Press : Jakarta,1985), cet. Ke-4, hal. 27
[3]Misri A. Muchsin, Filsafat Sejarah dalam Islam, (Ar-Ruzz Press : Jogjakarta) cet. Ke-1, hal.17

[4] Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah,(Graha Ilmu : Yogyakarta),hal. 142
[5] Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial, (PT Bumi Aksara : Jakarta), hal. 293
[6]  Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial,… hal. 312 - 317
[7] Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial,… hal. 317 - 320
[8] Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial,… hal. 321
[9] Rustam E. Tamburaka, Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah sejarah filsafat dan IPTEK, (Rineka Cipta : Jakarta 1999), cet. Ke-1
[10]Dadang Supardan
[12] Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial,… hal. 357 - 359
[13] Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial,… hal. 359 -361
[14] Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial,… hal. 361 – 365 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar