capek ya ngetik dan cari buku mondar mandir di perpustakaan.. tapi aku mau sharing makalah yang udah aku buat dengan susah payah.. ada footenote nya lagiiiii hahaha
silahkan copy paste lalu print dan bagikan ke teman-teman kalian untuk presentasi HAHAHAHA *licik sekali yah.. mau mengikuti blog saya ? silahkan :p jangan lupa comment, awas aja ga ninggalin jejak, tak cekek sampeyan :D
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada dasarnya sejarah adalah ilmu pengetahuan (science). Dalam
bahasa Yunani, istoria, dan Latin, Historia, Perancis, histoire dan Inggris
history, Belanda geschiedenis, Jerman Geschichtc yaitu penyelidikan (inquiry).
Ia berarti masa lampau, semua yang dikatakan dan dilakukan manusia. Selain itu,
sejarah berarti catatan masa lampau. Akhirnya sejarah meliputi: pengetahuan
alam (science), penyelidikan (inquiry), catatan (a record). Dengan kata lain,
sejarah mencakup aktivitas kelampauan manusia di masyarakat dan bersifat unik.[1]
Sebagai cabang ilmu pengetahuan, mempelajari sejarah berarti
mempelajari dan menerjemahkan informasi dari catatan-catatan yang dibuat oleh
orang perorang, keluarga, dan komunitas. Pengetahuan akan sejarah melingkupi:
pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan
cara berpikir secara historis. Dahulu, pembelajaran mengenai sejarah
dikategorikan sebagai bagian dari Ilmu Budaya (Humaniora). Akan tetapi, di saat
sekarang ini, Sejarah lebih sering dikategorikan sebagai Ilmu Sosial, terutama
bila menyangkut perunutan sejarah secara kronologis. Ilmu Sejarah mempelajari
berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan di masa lalu. Sejarah
dibagi ke dalam beberapa sub dan bagian khusus lainnya seperti kronologi,
historiograf, genealogi, paleografi, dan kliometrik.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa saja definisi dan ruang
lingkup dari Ilmu Sejarah ?
2. Bagaimana perkembangan Ilmu
Sejarah ?
3. Siapa saja tokoh-tokoh Ilmu
Sejarah ?
4. Sebutkan teori-teori Ilmu Sejarah
?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
dan Ruang Lingkup Sejarah
Kata inggris History (sejarah)
berasal dari kata benda Yunani “istoria” yang berarti ilmu. Dalam penggunaannya
oleh filsuf Yunani Aristoteles, Istoria berarti suatu penelaahan sistematis
mengenai seperangkat gejala alam, entah susunan kronologis merupakan faktor
atau tidak di dalam penelaahan; penggunaan itu meskipun jarang, masih tetap
hidup di dalam bahasa inggris yang disebut “natural history”.[2]
Sedangkan istilah sejarah dalam
bahasa arab dikenal dengan tarikh, dari akar kata arrakha (a-r-kh), yang
berarti menulis atau mencatat, dan catatan tentang waktu atau presitiwa. Akan
tetapi, istilah tersebut tidak serta merta hanya berasal dari kata ini. Malah
ada pendapat bahwa istilah sejarah itu berasal dari istilah bahasa Arab
syajarah, yang berarti pohon atau silsilah.[3]
Setelah menelusuri arti sejarah
yang dikaitkan dengan arti kata syajarah dan dihubungkan pula dengan
kata history, bersumber dari kata historia (bahasa Yunani kuno)
dapat disimpulkan bahwa arti kata sejarah sendiri, sekarang ini memiliki makna
sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi pada masa lalu.
Kemudian, disusul oleh Depdiknas yang memberikan pengertian sejarah sebagai
mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses
perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau
hingga kini.
Pada umumnya, para ahli sepakat
untuk membagi peranan dan kedudukan sejarah yang terbagi atas tiga hal, yakni
sejarah sebagai peristiwa; sejarah sebagai ilmu; sejarah sebagai cerita
1. Sejarah sebagai Peristiwa
Adalah sesuatu yang terjadi pada masyarakat manusia di
masa lampau. Pengertian masyarakat manusia dan masa lampau adalah sesuatu yang
penting dalam definisi sejarah. Pengertian sejarah sebagai peristiwa sebenarnya
memiliki makna yang sangat luas dan beraneka ragam. Keluasan dan keanekaragaman
tersebut sama dengan luasnya kompleksitas kehidupan manusia. Para ahli sejarah
juga mengelompokkan sejarah atas beberapa tema, periode (waktu), berdasarkan
unsur ruang secara regional atau kewilayahan.
Sejarah sebagai peristiwa sering pula disebut sejarah
sebagai kenyataan dan sejarah serba objektif. Artinya peristiwa-peristiwa
tersebut benar-benar terjadi dan didukung oleh sumber-sumber yang menguatkan,
seperti berupa saksi mata (witness) yang dijadikan sumber-sumber sejarah
(historical sources), peninggalan-peninggalan (relics atau remains)
dan catatan-catatan (records).
2. Sejarah sebagai Ilmu
Sejarah dikategorikan sebagai ilmu apabila ia memiliki
syarat-syarat dari suatu ilmu pengetahuan atau syarat-syarat ilmiah, yaitu
a. Bersifat empiris
b. Mempunyai objek
c. Mempunyai teori
d. Mempunyai generalisasi
e. Mempunyai metode[4]
3. Sejarah sebagai Cerita
Pada hakikatnya, sejarah merupakan hasil rekonstruksi
sejarawan terhadap sejarah sebagai peristiwa berdasarkan fakta-fakta sejarah
yang dimilikinya. Dengan demikian, didalamnya terdapat pula penafsiran
sejarawan terhadap makna suatu peristiwa. Perlu diketahui bahwa buku-buku
sejarah yang kita baca, baik buku pelajaran di sekolah, karya ilmiah di
perguruan tinggi, maupun buku-buku sejarah lainnya, pada hakikatnya merupakan
bentuk-bentuk konkret sejarah sebagai peristiwa.
Dengan demikian, dalam sejarah sebagai cerita merupakan
sesuatu karya yang dipengaruhi oleh subjektivitas sejarawan. [5]
B. Sejarah
Perkembangan Ilmu Sejarah
Sejarah merupakan salah satu disiplin
ilmu tertua. Pada abad ke-17 dan ke-18, sejarah secara formal diajarkan di
universitas-universitas Eropa mulai dari Oxford University hingga Gottingen.
Walaupun kemunculan ilmu sejarah baru terasa di abad ke-19, bersamaan dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan sosial lainnya. Tulisan-tulisan sejarah di Eropa
pertama kali muncul dalam bentuk puisi, yaitu Homerus (Homer) dengan karyanya Iliad
dan Oddysey.
Penulis sejarah Yunani yang
terkenal adalah Herodotus (198-117 SM), Thucydides (456-396 SM), dan Polybius
(198-117 SM). Herodotus menulis karyanya yang berjudul History of The
Persian Wars (Sejarah Perang-Perang Persia 500-479 SM). Lain halnya dengan
Thucydides yang menulis tentang The Peloponnesian War (Perang
Peloponesia, 431-404 SM). Sedangkan Polybius lebih dikenal sebagai penulis yang
mengkaji tentang perpindahan kekuasaan dari tangan Yunani ke Romawi.
Pada zaman Kristen awal, terdapat
tulisan Agustine (354-430 SM) yang berjudul The City of God adalah
filsafat sejarah kristen yang bertumpu pada agama dan supernaturalisme yang
tidak dapat dipisahkan. Beberapa penulis lainnya seperti Africanus (180-250
SM), Eusebius (260-340 SM). Kemudian Orosius (380-420 SM).
Pada zaman Kristen pertengahan,
terdapat beberapa nama, seperti Marcus Aurelius Casiodurus (480-570),Procopius
(500-565),Gregory atau Bishop Tours (538-594) dan Venerable Bede (672-735).
Bede, menulis sejarahnya terkesan lebih objektif.
Secara periodik, ilmu sejarah
memang sudah berlangsung sejak lama dan terminologi sejarah pun sudah amat tua,
khususnya sejak zaman Yunani kuno. Sebab mengenai catatan-catatan masa lalu,
khususnya masa lalu tentang bangsanya sendiri, negaranya sendiri, memang merupakan
suatu aktivitas yang sudah lazim dalam dunia pengetahuan, dan hagiografi penulisannya
senantiasa didorong oleh mereka yang berkuasa. Akan tetapi, yang membuat
disiplin baru ilmu sejarah itu berbeda adalah sejak dikembangkan penekanan pada
wie es eigentlich gewesen oleh Leopold Von Ranke (1795-1886) pada abad
ke-19 dengan karyanya A Critique of Modern Historical Writers. Ranke
menganjurkan supaya sejarawan menulis apa yang sebenarnya terjadi (wie es
eigentlich gewesen) sebab setiap periode sejarah itu akan dipengaruhi oleh
semangat zamannya (zeitgeist). Lebih ekstrem lagi, penulisan sejarah
pada waktu itu kebanyakan tentang penciptaan kisah-kisah yang dibayangkan atau
yang dilebih-lebihkan sehingga bersifat retoris karena kisah-kisah semacam itu
hanya menyanjung-nyanjung pembaca.[6]
Namun demikian, gagasan Ranke
tidak dapat diterima begitu saja oleh para sejarawan. Sebab sadar ataupun
tidak, orang menulis sejarah pasti memiliki maksud. Carl Becker (1873-1945)
mengatakan bahwa fakta sejarah tidaklah seperti batu bata yang begitu mudah dan
tinggal dipasang. Akan tetapi, fakta itu sengaja dipilih oleh sejarawan yang
relevan dengan kebutuhan penelitian. James Harvey Robinson (1863-1936) penulis The
New History (1911) memberikan komentar bahwa, sejarah kritis kita hanya
dapat menangkap “permukaan”, tetapi tidak yang “di bawah” realitas, tidak dapat
memahami perilaku manusia yang sebenarnya.
Di Inggris, pandangan-pandangan ala Dilthey
dan Croce terangkat kembali dengan munculnya R.G Collingwood (1888 – 1943),
seorang filsuf sejarah terkemuka. Terdapat sejumlah sejumlah kecil pembelotan
terhadap hegemoni narasi politik, namun pada sampai tahun 1950 usaha itu tidak
dapat dikatakan berhasil. Para sejarawan Marxis belum banyak menghasilkan karya
penting, kecuali Jan Romein yang menulis Capitalism in the Countryside (1947).
Di Perancis, bertolak dari pemikiran Durkheim
dan Lucien Levy-Bruchl (1857-1939), minat dalam psikologi histori tidak sekadar
pada individu, melainkan pada mentalitas kolektif. Hal itu antara lain dapat
dilihat pada karya Philippe Arie (1914-1984) tentang perubahan sikap terhadap
masa kanak-kanak dan kematian dari abad ke abad. Sejumlah tokoh lain, seperti
Jacques Le Goff, lebih suka untuk mempelajari mentalitas dengan cara seperti
yang ditempuh Claude Levi Staruss, yang secara umum menekankan pada oposisi
biner dan secara khusus menekankan pada pertentangan antara alam dan
kebudayaan.
Di Amerika Serikat yang mulai gandrung pada
ide-ide Sigmund Freud, para ahli sejarah dan psikoanalisisnya (yang
perpaduannya membentuk psikohistori) mulai mencoba menyimak motif dan dorongan
personal para pemimpin agama yang merangkap sebagai pemimpin politik, seperti
Martin Luther, Woodrow Wilson, Lenin dan Gandhi. Presiden Asosiasi Sejarawan
Amerika yakni Langer, bahkan mengimbau para koleganya untuk menyambut
psikohistori sebagai cabang baru dalam ilmu sejarah.[7]
Ternyata imbauan tersebut tidak banyak
disambut oleh sejarawan Amerika lainnya. Hal yang dilakukan oleh sebagian besar
dari mereka pada tahun 1970-an, seperti rekan sejawat mereka pada
disiplin-disiplin terkait sampai pada titik tertentu, justru merupakan reaksi
terhadap kecenderungan di atas yang terjadi pada 1968. Mereka menolak
determinisme (baik ekonomi maupun geografis), sebagaimana mereka tolak metode-metode
kuantitatif dan klaim ilmiah dari ilmu sosial. Dalam ilmu sejarah, penolakan
terhadap karya generasi sebelumnya itu dibarengi oleh munculnya
pendekatan-pendekatan baru terhadap masa silam, khususnya yang diringkas dalam
empat slogan dan empat bahasa, yaitu Subaltern History, microstoria,
alltagsgeschichie dan history de imaginaire.[8]
C. Tokoh-tokoh
Ilmu Sejarah
1.
Herodotus
(198-117 SM), seorang ahli sejarah pertama di dunia berkebangsaan Yunani, mendapat
julukan sebagai The Father of History atau “Bapak Sejarah” bahkan
sebagai “Bapak Antropologi”. Karyanya History of The Persian Wars (Sejarah
Perang-Perang Bintang).
2.
Thucydides
(456-396 SM), seorang penulis sejarah Yunani, karyanya The Peloponnesian War
(Perang Peloponesia).
3.
Polybius
(198-117 SM), seorang penulis sejarah Yunani yang dibesarkan di Roma, karyanya
mengenai perpindahan kekuasaan dari tangan Yunani ke Romawi.
4.
Ibnu Khaldun
(1322-1406) adalah seorang sejarawan dan filsuf sosial Islam kelahiran Tunisia.
5.
Giambattista
Vico (1668-1744), adalah seorang filsuf sejarah Italia[9]
6.
Arnold
Toynbee (1889-1975), seorang ahli sejarah Inggris dengan bukunya “A study of
History”
7.
Jan Marius
Romein (1893-1962) adalah teoritisi dan sejarawan Belanda
8.
Karl Heinrich
Marx (1818-1883), seorang ilmuwan revolusioner Jerman
9.
Wollestonecraft
lahir tahun 1759, seorang pemikir wanita otodidak yang berani dan radikal,
teori feminisme
10. Leopold Von Ranke (1795-1886),
seorang sejarawan pencetus “wie es eigentlich gewesen”
11. Rene Decartes (1596-1650), seorang
sejarawan dari Perancis
12. Tacitus (55-120 SM), yang dijuluki
sebagai sejarawan moralis
13. Johan Huizinga (1872-1945), seorang
sejarawan kebudayaan Belanda[10]
14. Prof. Dr. A.
Sartono Kartodirdjo (1921-2007) adalah sejarawan Indonesia sekaligus pelopor
dalam penulisan sejarah dengan pendekatan multidimensi.[11]
D. Teori-teori
Sejarah
1. Teori
Gerak Siklus Sejarah Ibnu Khaldun
Ibnu
Khaldun (1332-1406) adalah seorang sejarawan dan filsuf sosial Islam kelahiran
Tunisia yang merupakan penggagas pertama dalam teori siklus ini, khususnya
dalam sejarah pemikiran manusia, terutama dari dimensi sosial dan filosofis
umumnya. Karya monumentalnya adalah Al-Muqaddimah (1284 H) yang secara
orisinal dan luas membahas kajian sejarah, budaya dan sosial.
Adapun
inti atau pokok-pokok pikiran dalam teori Khaldun tersebut dikemukakan dalam Al-Muqaddimah
sebagai berikut:
a. Kebudayaan adalah masyarakat manusia
yang memiliki landasan di atas hubungan antara manusia dan tanah di satu sisi
dan hubungan manusia dengan manusia lainnya di sisi lain yang menimbulkan upaya
mereka untuk memecahkan kesulitan-kesulitan lingkungan serta mendapatkan
kesenangan dan kecukupan dengan membangun industri, menyusun hukum, dan
menerbitkan transaksi.
b. Kebudayaan dalam berbagai bangsa
berkembang melalui empat fase, yaitu fase primitif atau nomaden, fase
urbanisasi, fase kemewahan dan fase kemunduran yang mengantarkan kehancuran
2. Teori
Daur Kultural Spiral Giambattista Vico
Secara
makro, pokok-pokok pikiran Giambattista Vico (1668-1744) yang tertuang dalam
teori daur spiralnya dalam The New Science sebagai berikut:
a. Perjalanan sejarah bukanlah
seperti roda yang berputar mengitari dirinya sendiri sehingga memungkinkan
seorang filsuf meramalkan terjadinya hal yang sama pada masa depan
b. Sejarah berputar dalam gerakan
spiral yang mendaki dan selalu memperbaharui diri, seperti gerakan pendaki
gunung yang mendaki melalui jalan melingkar ke atas, seperti lingkaran
selanjutnya lebih tinggi dari lingkaran sebelumnya sehingga ufuknya pun semakin
luas dan jauh
c. Masyarakat manusia bergerak
melalui fase-fase perkembangan tertentu dan terjalin erat dengan kemanusiaan
yang dicirikan oleh gerak kemajuan dalam tiga fase, yaitu fase teologis, herois
dan humanistis[12]
3. Teori
Tantangan dan Tanggapan Arnold Toynbee
Arnold
Toynbee (1889-1975) adalah seorang sejarawan Inggris, pemikiran-pemikirannya
dituangkan dalam karya monumentalnya yang terbit sebanyak 12 jilid dan
ringkasan dari karyanya itu adalah A Study of History. Pokok-pokok
pikiran dari teori tantangan dan tanggapan (challenge and response) tersebut
dikemukakan sebagai berikut:
a. Terdapat 21 peradaban dunia,
misalnya peradaban Mesir kuno, India, Sumeria, Babilonia dan Peradaban Barat
atau Kristen. Enam peradaban muncul serentak dari masyarakat primitif yang
berasal dari Mesir, Sumeria, Cina Maya, Minoa (di P.Kreta) dan India.
Masing-masing muncul secara terpisah dari yang lain dan terllihat di kawasan
luas yang terpisah. Semua peradaban lain berasal dari
enam peradaban asli itu. Sebagai tambahan, sudah ada tiga peradaban gagal,
yaitu Peradaban Kristen Barat Jauh, Kristen Timur Jauh, dan Skandinavia, dan
lima peradaban yang masih bertahan, yaitu Polinesia,Eskimo,Nomadik,Ottoman dan
Spartan.
b. Peradaban muncul sebagai tanggapan (response)
atas tantangan (challenge), walaupun bukan atas dasar murni hukum
sebab akibat, melainkan hanya sekadar hubungan, dan hubungan itu dapat terjadi
antara manusia dan alam atau antara manusia dan manusia.
c. Terdapat pula lima kawasan
perangsang yang berbeda bagi kemunculan peradaban yakni, kawasan
ganas,baru,diperebutkan,ditindas dan tempat pembuangan
4. Dialektika
Kemajuan Jan Romein
Jan Romein adalah teoritisi dan
sejarawan Belanda (1893-1962) yang pertama kalinya melihat gejala lompatan
dalam sejarah umat manusia sebagai suatu kecenderungan umum dalam kemajuan
maupun keberlanjutan. Pikiran-pikiran Jan Romein ini dituangkan dalam Dialektika
Kemajuan atau De Dialektiek van de Vooruitgang: Bijdrage tot het
ontwikkelingsbegrip in de geschiedenis (1935). Adapun pokok-pokok pikiran
teori Jan Romein tersebut sebagai berikut:
a. Gerak sejarah manusia itu kebalikan
dari perkembangannya secara berangsur-angsur, melainkan maju dengan
lompatan-lompatan yang sebanding dengan mutasi yang dikenal dalam dunia alam
hidup biologis.
b. Suatu langkah baru dalam evolusi
manusia, kecil kemungkinannya terjadi dalam masyarakat yang telah mencapai
tingkat kesempurnaan yang tinggi dalam arah tertentu.[13]
5. Teori
Despotisme Timur Wittfogel
Karl Wittfogel, penulis buku Oriental
Despotism (1957) mengemukakan teori-teorinya sebagai berikut:
a. Cara produksi Asiatis, menurut
pendapatnya yang khas pada masyarakat-masyarakat yang berdasarkan irigasi
besar-besaran telah menimbulkan suatu garis lain dalam perspektif evolusi.
b. Masyarakat-masyarakat hidrolis,
tidak hanya dicirikan oleh irigasi tetapi dalam hal-hal tertentu oleh bangunan
drainase besar-besaran adalah tipikal Despotisme Timur yang menjalankan
perintah dengan kekuasaan total oleh suatu birokrasi yang bercabang luas dan
terpusat, serta secara tajam mesti dibedakan dari masyarakat feodal, seperti
dikenal dalam masyarakat di Eropa Barat dan Jepang
c. Bila masyarakat-masyarakat feodal
memungkinkan suatu perkembangan menuju kapitalisme borjuis maka birokrasi-birokrasi
Asiatis itu (mencakup Tsar Rusia) sama sekali tidak cocok bagi perkembangan
apapun menuju suatu struktur yang lebih modern.
d. Struktur-struktur politik baru yang
dilahirkan di kerajaan-kerajaan Despotis Timur di masa lalu (Rusia dan Cina),
sebenarnya tidak dapat dipandang sebagai suatu subtipe dari suatu masyarakat
modern atau sebagai sesuatu yang baru, melainkan hanya merupakan
salinan-salinan dari despotisme despotisme Timur tradisional, dimana
kemungkinan-kemungkinan untuk menjalankan kekuasaan mutlak dan teror, telah
berkembang hingga tingkat yang luar biasa tingginya.
e. Doktrin ini bermaksud menunjukkan
bahwa Uni Soviet (sekarang Rusia) maupun Cina tidak dapat menawarkan apapun
yang mungkin diinginkan oleh bangsa-bangsa lain, jalan satu-satunya ke arah
kemajuan adalah mengikuti garis peradaban modern yang berdasarkan hak milik.
6. Teori
Perkembangan Sejarah dan Masyarakat Karl Marx
Karl Heinrich Marx (1818-1883)
berdasarkan teori-teorinya tentang gerak sejarah dan masyarakat, tertuang dalam
Die Deutch Ideologie (Ideologi Jerman) tahun 1845-1846, secara ringkas
dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Struktur ekonomi masyarakat yang
ditopang oleh relasi-relasinya dengan produksi merupakan fondasi riil
masyarakat. Struktur tersebut sebagai dasar munculnya suprastruktur hukum dan
politik, berkaitan dengan bentuk tertentu dari kesadaran sosial. Di sisi lain,
relasi-relasi produksi masyarakat itu sendiri berkaitan dengan tahap
perkembangan tenaga-tenaga produktif materiil (masyarakat). Dalam kerangka ini,
model produksi dari kehidupan materiil akan mempersiapkan proses kehidupan
sosial,politik dan intelektual pada umumnya
b. Seiring dengan tenaga produktif
masyarakat berkembang, tenaga-tenaga produktif ini mengalami pertentangan
dengan berbagai relasi produksi yang ada sehingga membelenggu pertumbuhannya.
Kemudian, mulailah suatu era revolusi sosial, seiring dengan terpecahnya
masyarakat akibat konflik.
c. Konflik-konflik itu terselesaikan
sedemikian rupa sehingga menguntungkan tenaga-tenaga produktif, lalu muncul
relasi-relasi produksi yang baru dan lebih tinggi yang persyaratan materiilnya
telah matang dalam “rahim” masyarakat itu sendiri.
d. Relasi-relasi produksi yang lebih
baru dan lebih tinggi ini mengakomodasi secara lebih baik berkelangsungan
pertumbuhan kapasitas produksi masyarakat.
e. Kapitalisme akan hancur oleh
hasratnya sendiri untuk meletakkan masyarakat pada tingkat produktif yang tidak
pernah terbayangkan sebelumnya. Selain itu, perkembangan tenaga-tenaga
produktif yang membayangkan munculnya kapitalisme sebagai respons terhadap
tingkat tenaga produktif pada awal mula terbentuk.
f. Perkembangan kapasitas produksi
masyarakat menentukan corak utama evolusi yang dihasilkan, yang pada gilirannya
menciptakan institusi-institusi hukum dan politik masyarakat atau
suprastruktur.
7. Teori
Feminisme Wollstonecraft
Mary
Wollstonecraft adalah orang miskin yang berasal dari keluarga “berantakan”
karena ayahnya pecandu berat, peminum alkohol yang kronis. Sebagai seorang
pemikir wanita otodidak yang berani dan radikal, Wollstonecraft menulis
beberapa buku. Buku yang pertama ia tulis adalah Thoughts on The Educations
of Daughters. Pada tahun 1785, ia beralih profesi sebagai penulis wanita.
Karyanya yang paling terkenal adalah A Vindication of The Rights of Woman (1792).
Isi pemikiran
(teori) Wollstonecraft adalah sebagai berikut:
a.
Salah satu
ciri yang paling universal sekaligus mencolok adalah subordinasi wanita atas
pria. Sekalipun saat ini banyak kemajuan-kemajuan politik dan budaya yang
diperolehnya, masyarakat tetap menetapkan wanita sebagai subordinasi posisi
pria.
b.
Hal itu
disebabkan oleh kaum wanita itu sendiri yang berprasangka buruk terhadap
kapabilitas bakat-bakat dan kapasitas-kapasitas mereka sendiri sebuah pandangan
yang diajukan oleh banyak penulis dan pemikir pembenci wanita.[14]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah
menelusuri arti sejarah yang dikaitkan dengan arti kata syajarah dan
dihubungkan pula dengan kata history, bersumber dari kata historia (bahasa
Yunani kuno) dapat disimpulkan bahwa arti kata sejarah sendiri, sekarang ini
memiliki makna sebagai cerita, atau kejadian yang benar-benar telah terjadi
pada masa lalu. Kemudian, disusul oleh Depdiknas yang memberikan pengertian
sejarah sebagai mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai
mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari
masa lampau hingga kini.
Pada umumnya, para ahli sepakat
untuk membagi peranan dan kedudukan sejarah yang terbagi atas tiga hal, yakni
sejarah sebagai peristiwa; sejarah sebagai ilmu; sejarah sebagai cerita.
Sejarah merupakan salah satu
disiplin ilmu tertua. Pada abad ke-17 dan ke-18, sejarah secara formal
diajarkan di universitas-universitas Eropa mulai dari Oxford University hingga
Gottingen. Walaupun kemunculan ilmu sejarah baru terasa di abad ke-19,
bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan sosial lainnya. Tulisan-tulisan
sejarah di Eropa pertama kali muncul dalam bentuk puisi.
Herodotus
(198-117 SM), seorang ahli sejarah pertama di dunia berkebangsaan Yunani,
mendapat julukan sebagai The Father of History atau “Bapak Sejarah”
bahkan sebagai “Bapak Antropologi”. Karyanya History of The Persian Wars (Sejarah
Perang-Perang Bintang).
Teori-teori sejarah, yaitu Teori
Gerak Siklus Sejarah Ibnu Khaldun, Teori Daur Kultural Spiral Giambattista
Vico, Teori Tantangan dan Tanggapan Arnold Toynbee, Teori Dialektika Kemajuan
Jan Romein, Teori Despotisme Timur Wittfogel, Teori Perkembangan Sejarah dan
Masyarakat Karl Marx, dan Teori Feminisme Wollstonecraft.
[2]Nugroho Notosusanto, Mengerti sejarah, (UI Press :
Jakarta,1985), cet. Ke-4, hal. 27
[3]Misri A. Muchsin, Filsafat Sejarah dalam Islam,
(Ar-Ruzz Press : Jogjakarta) cet. Ke-1, hal.17
[9] Rustam E.
Tamburaka, Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah sejarah filsafat dan
IPTEK, (Rineka Cipta : Jakarta 1999), cet. Ke-1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar