BAB I
PENDAHULUAN
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari
kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu
mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk
mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu
memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur
apakah yang dimaksud disini bukanlah kebenaran yang bersifat semu, tetapi
kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan
cara-cara ilmiah.
Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang
ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru
sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus mencari dan mencari
kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji
sesuatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia
sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah
untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Karena itu
bersifat statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti pada satu
titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi
rasa keingintahuannya terhadap dunianya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Arti
Epistemologi
Epistemologi
(filsafat ilmu) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan.
Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat, dalam
pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara langsung berhubungan
secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan manusia. Pokok kajian
epistemologi akan sangat menonjol bila dikaitan dengan pembahasan mengenai
hakekat epistemologi itu sendiri.
Secara
linguistik kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme”
dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau
alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang
dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge.[1] Istilah
epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar
dan dalam bahasa Indonesia disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi
epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat
tentang pengetahuan.
Pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas
pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Masalah
utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan,
Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup
menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi
dapat menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan
eksistensi epistemologi sangat urgen untuk menggambar manusia berpengetahuan
yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah yang
dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah
nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara satu
ilmu dengan ilmu lainnya.
B.
Objek dan Tujuan Epistemologi
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman
objek disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur.
Jika diamati secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek
sama dengan sasaran sedangkan tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun
berbeda, tetapi antara objek dan tujuan
memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan
tercapainya tujuan.
Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan
yang untuk pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek
epistemologi ini menurut Jujun S. Suriasuamantri berupa “ segenap proses yang
terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk
memperoleh pengetahuan inilah yang mejadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus
berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu
tahap perantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujan. Tanpa suatu sasaran,
mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran
menjadi tidak terarah sama sekali.[2]
Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut?
Jacques Martain mengatakan, “ tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk
menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan
syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu.”hal ini menunjukkan, bahwa
tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini
tak bisa dihindari akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan
epistemologi adalah hal lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi
untuk memperoleh pengetahuan.
Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam
dinamika pengetuhuan. Rumusan tersebut menumbuhkan kesadaran seseorang bahwa
jangan sampai kita puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan, tanpa disertai
dengan cara atau bekal untuk memperoleh pengetahuan, sebab keadaan memperoleh
pengetahuan melambangkan sikap pasif, sedangkan cara memperoleh pengetahuan
melambangkan sikap dinamis.[3]
C.
Landasan
Epistemologi
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah, yaitu cara yag
dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan
prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu
pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak
semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara
mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode
ilmiah.
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud
pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan sangat bergantung pada
metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar
pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.
Rasio atau akal merupakan instrumen utama untuk memperoleh pengetahuan.
Rasio ini telah lama digunakan manusia untuk memecahkan atau menemukan jawaban
atas suatu masalah pengetahuan. Bahkan ini merupakan cara tertua yang digunakan
manusia dalam wilayah keilmuan. Pendekatan sistematis yang mengandalkan rasio
disebut pendekatan rasional denagn pegertian lain disebut dengan metode
deduktif yaang dikenal denagn silogisme Aristoteles, karena dirintis oleh
Aristoteles.[4]
Pada silogisme ini pengetahuan baru diperoleh melalui kesimpulan
deduktif (baik menggunakan logika deduktif, berpikir deduktif atau metode
deduktif), maka harus ada pengetahuan dan dalil umum yang disebut premis mayor
yang menjadi sandaran atau dasar berpijak dari kesimpulan-kesimpulan khusus.
Bertolak dari premis mayor ini dimunculkan premis minor yang merupakan bagia
dari premis mayor. Setelah itu baru bisa ditarik kesimpulan deduktif. Dismping
itu, pendekatan rasiaonal ini selalu mendayagunakan pemikiran dalam menafsirkan
suatu objek berdasarkan argumentasi-argumentasi yang logis. Jika kita
berpedoman bahwa argumentasi yang benar adalah penjelasan yang memilki kerangka
berpikir yang paling meyakinkan, maka pedoman ini pun tidak mampu memecahkan
persoalan, sebab kriteria penilainya bersifata nisbi dan selalu subjektif. Lagi
pula kesimpulan yang benar menurut alur pemikiran belum tentu benar menurut
kenyataan. Seseorang yang menguasai teori-teori ekonomi belum tentu mampu
menghasilkan keuntungan yang besar, ketika dia mempraktekan teori-teorinya.
Padahal teori-teori itu dibangun menurut alur pemikiran yang benar
Karena kelemahan rasionalisme atau metode deduktif inilah, maka
memunculkan aliran empirisme. Aliran ini dipelopori oleh Francis Bacon
(1561-1626). Bacon yakin mampu membuat kesimpulan umum yang lebih benar, bila
kita mau engumpulkan fakta melalui pengamatan langsung, maka dia mengenalkan
metode induktif sebagi lawan dari metode deduktif. Sebagi implikasi dari metode
induktif, tentunya Bacon menolak segala macam kesimpulan yang tidak didasarkan
fakta lapangan dan hasil pengamatan.
D.
Pengaruh
Epistemologi
Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan
bertugas menganalisis secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan harus berkembang terus, sehingga tidak jarang temuan ilmu
pengetahuan ditentang atau disempurnakan oleh temuan ilmu pengetahuan yang
kemudian.
Epistemologi juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap
konsep-konsep atau teori-teori yang ada. Penguasaan epistemologi, terutama
cara-cara memperoleh pengetahuan sangat membantu seseorang dalam melakuakan
koreksi kritis terhadap bangunan pemikiran yang diajukan orang lain maupun
dirinya sendirinya. Sehingga perkembangan ilmu pengetahuan relatig mudah
dicapai, bila para ilmuwan memperkuat penguasaannya.
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia.
Suatu peradaban sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologilah
yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Epistemologi menjadi modal dasar
dan alat strategis dalam merekayasa pegembangan alam menjadi sebuah produk
sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada
teknologi meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih
jauh ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan
epistemologi.[5]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Epistemologi
secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam
bahasa Indonesia disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi
adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang
pengetahuan.
Objek epistemologi ini menurut Jujun S. Suriasuamantri berupa “
segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.”
Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut? Jacques Martain
mengatakan, “ tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab
pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang
memungkinkan saya dapat tahu.”
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud
pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan sangat bergantung pada
metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar
pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.
Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan
bertugas menganalisis secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan. Epistemologi juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap
konsep-konsep atau teori-teori yang ada.
siiiiiiiiiiiip
BalasHapusthank's ,,,,
BalasHapusterimakasih banyak atas sharing infonya,
BalasHapusalhamdulillah....