BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam konteks apapun,
tarikh (sejarah) dianggap sebagai entitas yang sangat mendasar dalam kehidupan.
Sejarah adalah gambaran riil dari potret kehidupan yang sangat varian dan
dinamis. Akumulasi perilaku sosial keagamaan maupun perilaku sosial lainnya
dalam kehidupan masyarakat plural dapat diamati dan dikritisi melalui fakta
empirik peninggalan sejarah kehidupan manusia. Dengan demikian semua perilaku sosial,
baik perilaku positif maupun negatif akan dapat dilacak melalui data-data
historis. Atas dasar ini, fungsi maupun kontribusi sejarah bagi generasi
kemudian adalah memberikan pelajaran mendasar bagi kehidupannya yang tentu
dianggap mampu memberikan inspirasi bagi praktik kehidupan yang akan datang.
Dengan demikian sejarah pada hakikatnya tidak bisa lepas dari kehidupan
manusia. Sejarah akan menjadi inspirasi kehidupan mereka, dan kehidupan mereka
pada gilirannya juga akan menjadi sejarah baru bagi generasi yang akan datang.
Inilah potret sebuah kehidupan yang selalu terdaur ulang (siklus), perputaran
yang tiada henti.Sejarah mewarnai realitas dan realitas mewarnai sejarah,
sebuah proses dialektik yang dinamis.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian Tarikh Tasyri’ itu ?
2. Apa saja macam-macam Tarikh Tasyri’ ?
3. Bagaimana karakteristik atau sifat dari ilmu Tarikh
Tasyri’ ?
4. Bagaimana periodisasi perkembangan hukum Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tarikh Tasyri’
Tarikh artinya catatan tentang perhitungan tanggal
hari, bulan dan tahun. Lebih popular dan sederhana diartikan sebagai sejarah,
riwayat atau kitab.
Sedangkan tasyri’ artinya pembentukan dan penetapan
perundang-undangan yang mengatur hokum perbuatan dan hal-hal yang terjadi
tentang berbagai keputusan serta peristiwa yang terjadi di kalangan mereka.[1]
Bila kata tasyri’ dikaitkan dengan kata syari’at,
maka ia memiliki makna: “sebuah proses pembentukan dan penetapan hokum-hukum
syari’at”, atau bisa bermakna cara, sumber dan jalan yang ditempuh didalam
merumuskan dan membentuk hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah dan manusia dengan sesame makhluknya.[2]
Dengan demikian, secara sederhana tarikh tasyri’
diartikan sebagai sejarah terbentuknya perundang-undangan dalam Islam, atau sejarah
pembentukan hukum Islam.
B. Macam-macam Tasyri’
Tasyri’ terdiri atas dua macam:
1.
Tasyri’ al-Habiy yaitu
penetapan perundang-undangan atau hokum yang bersumber dari Allah dengan
perantaraan para Rasul dari kitab-kitabnya.
|
2.
Tasyri’ al-Wadh’iy yaitu penetapan perundang-undangan atau hukum yang bersumber dari kekuatan pemikiran atau ijtihad manusia.[3]
C.
Tujuan Tarikh Tasyri’
Tujuan mempelajari Tarikh Tasyri’ adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui latar belakang munculnya suatu hukum atau sebab-sebab ditetapkannya
suatu hukum syari’at, dalam hal ini penetapan hukum atas suatu masalah yang
terjadi pada periode Rasulullah saw adalah tidak sama atau memungkinkan adanya
perbedaan dengan periode-periode setelahnya.
2. Untuk mengetahui dan mampu memaparkan sejarah perkembangan hukum
dari periode Rasulullah saw sampai sekarang.
3. Dalam
rangka meningkatkan pengetahuan terhadap hukum Islam.
5. Agar kita
mampu memahami perkembangan syari’at Islam.
6. Agar kita
tidak salah dalam memahami hukum Islam tersebut.
D. Sifat dan karakteristik Tasyri’
1.
Sempurna
Kesempurnaan hukum Islam
dapat dilihat dimana syariat Islam diturunkan dalam bentuk yang umum dan
mengglobal permasalahannya. Penetapan al-Qur’an mengenai hukum dalam bentuk
yang global dan simpel dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada para ulama
untuk berijtihad sesuai dengan panggilan, tuntutan dan kebutuhan situasi dan
kondisi. Mengenai hukum-hukum yang lebih rinci, syariat Islam hanya menetapkan
kaidah dan memberikan patokan dasar umum.
2.
Universal
Syariat Islam bersifat
Universal meliputi seluruh alam tanpa tapal batas, tidak dibatasi oleh wilayah
dan kawasan tertentu, seperti ajaran para Nabi terdahulu. Hukum Islam berlaku
bagi orang Arab dan non Arab, kulit putih dan kulit hitam.
3.
Elastis dan Dinamis
Syariat Islam bersifat
elastis meliputi segala bidang dan lapangan kehidupan manusia. Permasalahan
kemanusiaan, kehidupan jasmani dan rohani, hubungan interaksi sesame makhluk,
hubungan makhluk dengan Khalik, Pencipta serta tuntunan hidup dunia dan akhirat
terkandung dalam ajaran-Nya.
4.
Sistematis
Syariat Islam bersifat
sistematis artinya ia berhubungan antara satu dengan yang lainnya secara logis.
5.
Ta’abbudi dan Ta’aqquli
Syariat Islam dapat
dibedakan dalam dua bentuk yaitu bentuk ibadah yang fungsi utamanya untuk
mendekatkan manusia kepada Allah, yakni beriman kepada-Nya dan segala
konsekuensinya berupa ibadah yang mengandung sifat ta’abbudi, makna (ide dan konsep) yang terkandung didalamnya tidak
dapat dinalar atau irrasional. Hal yang dapat dipahami dari sifat ta’abbud ini hanyalah kepatuhan pada
perintah Allah, merendahkan diri kepada-Nya dan mengagungkan-Nya. Dan yang
kedua berbentuk mu’amalah yang didalamnya terkandung sifat ta’aqquli. Ini bersifat duniawi yang maknanya dapat dipahami oleh
nalar atau rasional, maka manusia dapat melakukannya dengan bantuan nalar dan
pemikiran manusia. Illat dari mu’amalah yang bersifat ta’aqquli dapat dirasionalkan dengan melihat ada maslahat atau
mudarat terkandung didalamnya. Sesuatu dilarang karena ada mudaratnya dan
diperintahkan karena ada maslahat didalamnya.[5]
E.
Tinjaauan Ahli Sejarah tentang Periodisasi Perkembangan
Hukum Islam
Sejarah merupakan salah
satu cara untuk mengetahui peristiwa yang telah lalu dengan mempelajari secara
kronologis untuk mengetahui sejarah hukum Islam khususnya masalah periodesasi
sejarah hukum Islam. Para ahli sejarah
(muarrikhin) berbeda pendapat. Menurut al-Khudhari, Hukum Islam dalam sejarahnya melalui enam
fase tasyri’ (legislasi) yang mempunyai ciri tersendiri sesuai dengan
perkembangan yang dilalui oleh masyarakat Islam.
1. Fase
kerasulan Nabi Muhammad dimana segala sesuatu tentang hukum dikembalikan kepada
beliau.
2. Fase para
sahabat Nabi yang senior (kibar ash-shahabah), mulai dari saat kematian Nabi
sampai akhir masa Khulafa’ Rasyidin.
3.
Fase para permulaan nabi
yang junior (shighar ash-shahabah), mulai dari permulaan masa Umawi sampai
lebih kurang satu abad setelah Hijrah.
4.
Fase fiqh menjadi ilmu
tersendiri, mulai dari abad kedua hijrah sampai akhir abad ketiga.
5. Fase
perdebatan mengenai berbagai masalah hukum di kalangan fuqaha’, mulai dari awal
abad keempat atas dunia Islam pada abad ketujuh Hijrah (1258 M)
6.
Fase taqlid (mengikuti
kepada pendapat imam-imam terdahulu), mulai dari kejatuhan Dinasti ‘Abbasiyah
sampai sekarang.[6]
|
1. Periode
Rasulullah Saw yaitu periode pertumbuhan dan pembentukan yang berlangsung
selama kurang lebih 22 tahun beberapa bulan, sejak pelantikannya sebagai rasul
Allah pada tahun 610 M sampai wafatnya tahun 632 M
2.
Periode sahabat yaitu
periode penjelasan, pencerahan dan penyempurnaan yang berlangsung sekitar 90
tahun, sejak wafatnya Rasul Saw tahun 11 H/632 M sampai akhir abad pertama 101
H atauh 720 M.
3.
Periode tadwin atau
kodifikasi yaitu periode kodifikasi atau pembukuan atau tampilnya para imam
mujtahid. Periode ini dikenal sebagai masa puncak keemasannya yang berlangsung
selama kurang lebih 250 tahun, yakni dari tahun 101-350 H/720-971 M.
4. Periode
taklid, yaitu periode statis dan kebekuan yang berlangsung sejak pertengahan
abad ke 4 H yakni sekitar tahun 351 H dan tidak seorang pun yang tahu masa
berakhkirnya kecuali Allah.[7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan
di atas dapat diambil beberapa kesimpulan, bahwasanya pengertian syariah adalah
hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui rasul-Nya untuk hamba-Nya, agar mereka
mentaati hukum itu atas dasar iman, baik yang berkaitan dengan aqidah, amaliyah
(ibadah dan muamalah), dan yang berkaitan dengan akhlak. Sedangkan tasyri’
adalah pembuatan/pembentukan Undang-undang untuk mengetahui hukum-hukum bagi
perbuatan orang dewasa, dan ketentuan-ketentuan hukum serta peristiwa yang terjadi di kalangan mereka.
Adapun tasyri’ dibagi
menjadi dua macam, yaitu : Tasyri’ Samawi dan Tasyri’ Wadh’i.
Tarikh tasyri’ memiliki lima karakteristik yaitu, sempurna, universal, elastis
dan dinamis, sistematis dan ta’abbudi ta’aqqulli.
Periodesasi tarikh tasyri’ dibagi atas enam periode antara lain : masa
Rasulullah, masa sahabat, masa tabi’in, masa at-baut tabi’in, masa ulama
murajjihun dan masa ulama muqallidun. Sementara itu tarikh tasyri’ berguna
untuk kemaslahatan manusia
|
[1]
Abdul Wahab Khallaf, Sejarah Pembentukan
& Perkembangan Hukum Islam, (PT RajaGrafindo Persada: Jakarta, Cet.2
2002), hal.1
[2]
Jaenal Aripin & Azharudin Lathif, Filsafat
Hukum Islam: Tasyri’ dan Syar’i. (UIN Jakarta Press: 2006), hal. 31
[5]
Abdul Wahab Khallaf, Sejarah Pembentukan
& Perkembangan Hukum Islam,… hal.2-5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar