BAB II
PEMBAHASAN
|
A.
Mazhab Zhahiriyah
Mazhab Zhahiriyah adalah suatu
mazhab yang menetapkan hukum Islam berdasarkan pada zahir nash saja, tidak
memberikan ta’wil atau tafsir terhadap nash, baik al-Qur’an maupun Sunnah
Rasul. Mereka menafsirkan ayat al-Qur’an atau Hadits dengan menggunakan ayat
al-Qur’an atau Hadits yang lain dan tidak menafsirkannya dengan selain itu.[1]
Adapun pendiri dari mazhab zhahiriyah
adalah Abu Sulaiman Daud ibn Ali al-Asbahani yang dilahirkan pada tahun 202 H,
di Kufah dan wafat pada tahun 270 H, di Baghdad. Imam Daud al-Zhahiriy
bertempat di Baghdad dan asalnya dari kalangan penduduk Qasyam, yaitu sebuah
negeri di Asfahan, tetapi ia dilahirkan di Kufah dan dibesarkan di Baghdad.
Ayahnya adalah Panitera Qadhi Abdullah ibn Khalid al-Kuffiy yang bertugas di
Asfahan pada masa al-Ma’mum khalifah ketujuh dari Bani ‘Abbas
Imam Daud al-Zhahiriy berpegang
dengan pengertian lahir nash-nash al-Qur’an dan al-Sunnah, tanpa menta’wilkan,
menganalisa dan menggali dengan ‘illah atau kausa hukum. Demikian pula
ia tidak berpegang dengan rasio, ihtisan, istishab, maslahah mursalah dan
dalil-dalil yang semisalnya. Dia tidak memandang satupun dari yang demikian itu
sebagai dalil hukum. Pemikiran Daud Zhahiriy didasari pada al-Qur’an surat
an-Nisa, ayat 59 sebagai berikut:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
2
|
Kemudian jika kamu berlainan pendapattentang seuatu, maka
kembalikan ia kepada Allah (al-Qur’an dan Rasul;Nya (sunnah). Jika kamu benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu lbh utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.
3
|
Daud al-Zhahiriy semula menganut mazhab Syafi’I, bahkan menjadi
salah seorang pengikut mazhab Syafi’I yang terbaik dalam memahami dan mendalami
ilmu-ilmu agama ia termasuk salah seorang ulama yang tekun dan rajin, terutama
dalm mempelajari,hadits Nabi SAW.
Dalam
mempelajari hadits Nabi, Daud al-Zhahiriy mempelajarinya dengan seorang
ulamahadits yang terkenal pada masanya, yaitu Ishaq ibn Rawahaih. Demikian juga
ia selalu menerima dan menemui para ulama dalam usahanya mempelajari dan
mengumpulkan hadits.
Setelah
Imam Daud al-Zhahiriy memahami dan mendalami berbagai hadits Nabi Muhammad
SAW., ia meninggalkan mazhab yang selama ini dianutnya, yaitu mazhab Imam
Syafi’i. dengan demikian, mulai saat itulah ia mulai membangun mazhabnya
sendiri.
Diantara
kitab fiqh yang pernah ditulis oleh Daud al-Zhahiriy itu dan tidak ada lagi
sekarang ini adalah: Kitab Ibthalu al-Taqlid, Kitab Ibthalu al-Qiyas, Kitab
Khadar Ahad, Kitab Mujib li al-islami, Kitab al-Hujjah dan Kitab al-Mufassar wa
al-Mujmal.
Adapun murid-murid Imam Daud
al-Zhahiriy adalah
a.
Ibrahim
ibn Muhammad (244 – 323 H ) yang bergelar Nafthawaih
b.
Zakaria
ibn Yahya al-sajiy (w. 307 H)
c.
Abbas
ibn Ahmad ibn al-fadhl al-Quraisyiy
d.
Abdullah
ibn Muflis (w. 324 H )
e.
Muhammad
ibn Daud al-Zhahiriy (255 – 297 H)
f.
Muhammad
ibn Ishaq al-Qasyaniy
g.
Yusuf
ibn Ya’qub ibn Mahram
Sedangkan para pendukung dan pengembang mazhab Zhahiriy setelah
Daud al-zhahiriy meninggal dunia adalah:
a.
Ahmad
ibn Muhammad al-Qadhiy al-Mansuriy
b.
Abdullah
ibn Ali al-Husain ibn Muhammad al-Nakhaiy al-Daudiy
c.
Abd
Aziz Ahmad al-Jaziriy al-Ashfahaniy
d.
Ibn
al-Kholal yang terkenal dengan sebutan Abu Thayib
e.
Ali
ibn Hazmin al-Zhahiriy (384 – 456 H).
B.
4
|
Perkembangan Fiqh Zhahiri
Dapat
dinyatakan bahwa fiqh Daud adalah fiqh nushush (fiqh hadis) tetapi para ulama
tidak banyak meriwayatkan mazhab ini. Hal ini disebabkan oleh karena Daud menyatakan
orang yang memakai qiyas dan menegaskan bahwa al-Quran itu adalah makhluk dan
orang yang berjunub atau haid boleh menyentuh al-Quran dan membacanya. Beliau
mengumandangkan ini ketika para ulama di masa itu menyalahkan golongan yang
menyatakan bahwa al-Quran itu makhluk.
Diantara
prinsip Daud yang dicela orang adalah Daud melarang taqlid untuk siapa saja dan
membolehkan orang yang mengetahui bahasa Arab memperkuat agama dengan memegang
kepada dhahir al-Quran as-Sunnah.
Inilah
sebabnya para ulama di masa itu sangat keras menentangnya hingga
pendapatnya dianggap tidak ada. Tetapi walau bagaimanapun kerasnya sikap ulama
terhadap Daud, namun mazhabnya berkembang di Timur dan di Barat dengan prinsip
mengambil dhahir al-Quran. Di bagian Timur pada abad ketiga dan keempat
perkembangannya melebihi perkembangan mazhab Ahmad.
Baru
abad kelima berkat usaha Ibnu Ya’la, maka mazhab Ahmad mempunyai kedudukan yang
kuat dan mengalahkan mazhab Zhahiriy. Pada masa sinar cahaya mazhab pudar di
sebelah Timur, pada masa itulah dia bersinar kuat di Andalus, di pancarkan oleh
Ibnu Hazm. Jadi sewaktu mazhab Hanbali dengan usaha Ibn Ya’la mengalahkan
mazhab Daud di bagian Timur, pada waktu itu pulalah Ibnu Hazm memancarkan
sinarnya di bagian Barat.
Dalam
beberapa hal mazhab Zhahiriy menyalahi pendapat para fuqaha lainnya
diantaranya:
1.
Zhahiriy berpendapat bahwa air yang bercampur
dengan air seni manusia, air itu tidak suci lagi (bernajis). Sedangkan air yang
bercampur dengan air seni babi, tetap suci, karena tidak ada nash yang
menyatakan tidak suci. Bila dikatakan orang, bahwa air seni itu sama saja
dengan dagingnya (haram dan najis), maka mereka menjawab: “Pendapat demikian
menurut akal, sedangkan menurut hokum Islam tidak boleh ditetapkan berdasarkan
akal”.
2.
5
|
Orang yang
tidak berwudhu, orang berjunub, orang yang sedang haidh, boleh menyentuh
al-Qur’an karena tidak ada nash yang melarangnya dan boleh mambacanya.
3.
Dalam memakai hadis: “Tiap-tiap yang memabukkan
itu khamr, dan tiap-tiap khamr itu haram”. Mereka tidak memerlukan qiyas
ataupun kesimpulan, yaitu: “Tiap-tiap yang memabukkan hukumnya haram”. Jadi
untuk menetapkan bahwa tiap-tiap yang memabukkan itu haram, tidak diperlukan
qiyas. Dari lafal hadis itu pun sudah dapat diambil kesimpulan tentang keharaman
benda-benda yang memabukkan.[2]
C.
Contoh fiqih Zhahiriy
Contoh-contoh fiqih Zhahiriy antara lain, adalah:
1.
Tidak
sah kecuali pada tiga lafaz, yaitu :
Jika
sudah diniatkan oleh suami untuk menceraikan istrinya dengan tiga lafaz
tersebut, maka talaknya sah
2.
Dalam
menjatuhkan talak tidak boleh diwakili, tidak sah kalau hanya dilakukan oleh
wakil
3.
Asal
hukum nikah adalah wajib berdasarkan ayat al-Qur’an
(#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# ÇÌÈ
“Maka
kawinilah wanita (lain) yang kamu senangi” (QS an-Nisa: 3)
4.
Mempersaksikan
jual beli, talak dan ruju’ hukumnya wajib, tidak sah talak dan ruju’ tanpa dua
orang saksi yang adil
5.
Barangsiapa
tidak berniat menjatuhkan talak akan tetapi karena salah berbicara, jika ada
bukti yang menunjukkan bahwa orang itu hendak menjatuhkan talak kepada
istrinya, maka dihukumkan sebagai talak, akan tetapi jika tidak ada bukti yang
menunjukkan hal itu, maka tidak dianggap sebagai talak
6.
6
|
Istri yang kaya wajib memberi nafkah kepada suaminya yang dalam
keadaan susah atau sulit mendapatkan biaya hidup, berdasarkan al-Qur’an surat
al-Baqarah ayat 228,[3]
sebagai berikut:
4 £`çlm;ur ã@÷WÏB Ï%©!$# £`Íkön=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4 ÇËËÑÈ
Dan
para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
D.
Metode
Istinbath Mazhab Az-Zhahiri
Inti dari
ajaran dan paham yang berkembang dalam mazhab az-zhahiri berkisar pada
persoalan hukum Islam dan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam memahami
sumber tersebut. Konsekuensi logis dari pendapat tersebut adalah adanya perbedaaan
pendapat dalam masalah fikihnya.
Seperti telah
disebutkan, Imam Daud az-Zhahiri menolak al-qias dan mengajukan al-Dalil
sebagai cara memahami nash. Dalam cara mempertegas ijtihadnya, Imam Daud
az-Zhahiri berkata :
اِنَّ اْلاُصُوْلَ : أَلْكِتَابُ وَ السُنَّةُ
وَاْلإِ جْمَاعُ
“Sumber hukum pokok hanyalah al-Qur’an,
Sunnah, Ijmak.”
Bagi penganut
az-Zhahiri keumuman nash al-Qur’an sudah cukup menjawab semua tantangan dan
masalah. Pendirian tersebut berdasarkan firman Allah dalam surat an-Nahl: 89:
tPöqtur ß]yèö7tR
Îû
Èe@ä.
7p¨Bé&
#´Îgx©
OÎgøn=tæ
ô`ÏiB
öNÍkŦàÿRr&
( $uZø¤Å_ur
Î/
#´Íky
4n?tã
ÏäIwàs¯»yd
4 $uZø9¨tRur
øn=tã
|=»tGÅ3ø9$#
$YZ»uö;Ï?
Èe@ä3Ïj9
&äóÓx«
Yèdur
ZpyJômuur
3uô³ç0ur
tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9
ÇÑÒÈ
“ (dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada
tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan kami datangkan
kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan kami turunkan
kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.
7
|
Bagi Imam Daud Az-Zhahiri, makna yang
digunakan dari al-Qur’an dan sunnah adalah makna zhahir atau makna tersurat; ia
tidak menggunakan makna tersirat, apalagi mencari ‘illat seperti yang dilakukan
oleh ulama yang mengakui al-Qias sebagai cara ijtihad, seperti Imam ibn Idris
al-Syafi’i. menurut Imam Daud az-Zhahiri, Syariat Islam tidak boleh
diintervensi oleh akal.
Ulama
yang mengakui al-Qias biasanya ingin mengetahui makna tersirat dari suatu
ketentuan al-Qur’an dan sunnah. Dalam rangka mengetaui dalil dibalik teks,
ulama melakukan pengetahuan sehingga diketaui ‘illat hukumnya, baik ‘illat yang
terdapat dalam Nash secara tekstual (‘illat manshuhah) maupun ‘illat yang
diperoleh setelah melalui penelitian (‘illat mustanbathah). Bagi Imam Daud
az-Zhahiri, tujuan penentuan syari’ah adalah Ta’abbudi (bukan ta’aquli).
Adapaun
al-dalil yang merupakan langkah-langkah ijtihad yang ditempuh oleh Imam Daud
az-Zhahiri dibangun oleh Ibnu Hazm. Ad-dalil adalah suatu metode pemahaman
suatu nash yang menurut ulama mazhab az-Zhahiri, pada hahikatnya tidak keluar
dari nas dan atau ijmak itu sendiri. Dengan pendekatan ad-dalil dilakukan
pendekatan kepada nash atau ijmak melalui dilalah (petunjuknya) secara langsung
tanpa harus mengeluarkan ‘illatnya terlebih dahulu. Dengan demikian, konsep
ad-Dalil tidak sama dengan qias, sebab untuk melakukan qias diperlukannya
kesamaan ‘illat secara kasus asal dan kasus baru. Sedangkan pada ad-Dalil tidak
diperlukan mengetahui ‘illat tersebut.[4]
E.
Contoh Hasil
Istimbath Hukum Mazhab Zhahiri
Diantara
pendapat Daud az-Zahiri adalah sebagai berikut :
1.
Orang yang junub boleh menyentuh
Al-Qur’an
Imam Abu Daud berpendapat bahwa Al-Qur’an yang
tidak disentuh kecuali oleh yang disucikan (Q.S. al-waqi’ah: 79)
w ÿ¼çm¡yJt wÎ) tbrã£gsÜßJø9$# ÇÐÒÈ
8
|
“Tidak
menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan”
Adalah al-Qur’an yang ada di lauh al-Mahfuzh . Menurut pendapatnya, Al-Qur’an
yang digambarkan oleh Allah SWT dengan firman-Nya tersebut bukanlah makhluk,
melainkan kalam Allah yang merupakan satu kesatuan dengan dzat-Nya. Sedangkan
al-Qur’an yang ditulis dalam kertas dan beredar dikalangan manusia adalah
makhluk; ia (mushaf) boleh disentuh oleh yang sedang haid dan junub.
2. Membatasi
pengharaman riba
Imam Daud az-Zhahiri membatasi pengharaman riba
pada enam jenis barang yang disebutkan dalam hadis Nabi SAW. Barang itu adalah
emas, perak, jelai, gandum, buah kurma, dan garam. Menurut fuqaha mazhab lain,
pengharaman riba pada enam jenis itu mempunyai ilat dan karenanya dapat
dilakukuan qias terhadap barang yang lain yang mempunyai kesamaan ilat
dengannya.
Menurut imam Maliki, ‘illat pada gandum, jelai,
dan buah kurma adalah bahwa ketiganya dapat ditakar, dimakan, dan disimpan
sebagai makanan pokok, lauk-pauk, dan buah-buahan. Ilat ini terdapat juga pada
beras, kacang kedelai, dan kacang tanah; maka pengharaman riba juga berlaku
kepada ketiga jenis barang tersebut.
Menurut fukaha kufah, ilat bagi keenam barang
itu adalah “dapat ditimbang dan ditakar”. menurut Imam as-Syafi’i ilat pada
gandum adalah “dapat dimakan, baik disimpan, ditakar, atau ditimbang maupun
tidak“ sedangkan ilat pada emas dan perak adalah “memiliki nilai ganti dan
harga jual.“
Daud az-Zhahiri menolak pendapat fukaha
tersebut. Menurutnya, rosul telah membatasi barang-barang yang dapat ditakar,
dikaman, dan disimpan sebagai makanan pokok, pada empat jenis. Seandainya riba
berlaku pada semua barang yang ditimbang atau dimakan, tentu ia akan
mengatakan, umpanya “janganlah kamu menjual barang-barang yang dimakan dengan
barang-barang yang dimakan secara riba“ kata-kata ini lebih ringkas dan lebih
berfaedah. Karena ia tidak mengatakan demikian, tetapi hanya menyebutkan empat
jenis, maka pengharaman riba terbatas keempat jenis tersebut.
3.
Dalam memahami hadis :
9
|
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَ كُلُّ
خَمْرِ حَرَامٌ
“tiap-tiap yang memabukkan itu khamar, dan
tiap- tiap khamar itu haram”
Mereka tidak memerlukan qias ataupun natijah
(kesimpulan), yaitu:
كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“tiap-tiap yang
memabukkan hukumnya haram”.
Jadi untuk
menetapkan bahwa tiap-tiap yang memabukkan itu haram, tidak diperlukan
qias.dari lafal hadis itu pun sudah dapat diambil suatu kesimpulan tentang
keharaman benda-benda yang memabukkan.
Demikian juga
halnya dalam memahami ayat:
@è% z`Ï%©#Ïj9 (#ÿrãxÿ2 bÎ) (#qßgtG^t öxÿøóã Oßgs9 $¨B ôs% y#n=y bÎ)ur (#rßqãèt ôs)sù ôMÒtB àM¨Yß úüÏ9¨rF{$# ÇÌÑÈ
“Katakanlah
kepada orang-orang yang kafir; jika mereka berhenti (dari kekafirannya),
niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu
…….” (QS.
Al-Anfal: 38)
Nash tersebut
diatas memang ditujukan kepada orang-orang yang kafir. Tetapi pengertian yang
dapat difahami dari lafalnya, termasuk juga orang-orang yang melakukan
perbuatan maksiat. Bila orang yang berbuat maksiat itu bertaubat, maka orang
ini pun akan mendapat pengampunan dari Allah. Cara memahami ayat tersebut,
cukup melihat zhahir nash saja, tidak perlu dengan qias.[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
Mazhab Zhahiriyah adalah suatu mazhab yang menetapkan hukum Islam
berdasarkan pada zahir nash saja, tidak memberikan ta’wil atau tafsir terhadap
nash, baik al-Qur’an maupun Sunnah Rasul. Mereka menafsirkan ayat al-Qur’an
atau Hadits dengan menggunakan ayat al-Qur’an atau Hadits yang lain dan tidak
menafsirkannya dengan selain itu
Adapun pendiri dari mazhab zhahiriyah adalah Abu Sulaiman Daud ibn
Ali al-Asbahani yang dilahirkan pada tahun 202 H, di Kufah dan wafat pada tahun
270 H, di Baghdad. Imam Daud al-Zhahiriy bertempat di Baghdad dan asalnya dari
kalangan penduduk Qasyam, yaitu sebuah negeri di Asfahan, tetapi ia dilahirkan
di Kufah dan dibesarkan di Baghdad. Ayahnya adalah Panitera Qadhi Abdullah ibn
Khalid al-Kuffiy yang bertugas di Asfahan pada masa al-Ma’mum khalifah ketujuh
dari Bani ‘Abbas.
Pemikiran Daud Zhahiriy didasari pada al-Qur’an surat an-Nisa, ayat
59 sebagai berikut:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
Kemudian jika
kamu berlainan pendapattentang seuatu, maka kembalikan ia kepada Allah
(al-Qur’an dan Rasul;Nya (sunnah). Jika kamu benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian yang demikian itu lbh utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
10
|
DAFTAR PUSTAKA
Yanggo,
Huzaemah Tahido, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1997
Ash-Shiddieqy, Teungku M.
Hasbi. Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab. Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra, 1997
Hasan, M. Ali, Perbandingan Mazhab,
Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2002
[1]
Huzaemah Tahido
Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,2003)
hal.152
[3]
Huzaemah Tahido
Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,2003)
hal. 156-157
[4]
Ash-Shiddieqy, Teungku M. Hasbi. Pokok-Pokok
Pegangan Imam Mazhab.( Semarang: PT Pustaka rizki Putra, 1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar